In Memoriam Achmad Amins, Walikota yang Memiliki Banyak Kerja Besar

Rabu, 27 Januari 2021 | 3:21 pm | 63 Views |
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
                                                                     

 

Suara Kaltim– Walikota Achmad Amins adalah walikota pelopor kesehatan gratis dan pendidikan gratis di Indonesia. Kepala daerah yang pertama di Indonesia yang “berani memberikan gaji kepada para  ketua RT (2001), kepala daerah yang merelokasi warga bantaran sungai paling manusiawi se Indonesia. Warga diberikan rumah gratis type 36 dan uang santuan dan kerja besar lainnya.

**”

TOKOH seperti H Achmad Amins banyak temannya. Selain karena beliau mantan Walikota Samarinda dua periode (2000-2005 dan 2005 – 2010), beliau adalah figur yang luas pergaulannya. Aktif di berbagai organisasi sejak sekolah, mahasiswa hingga akhir hayat.

Saya termasuk salah satu teman beliau. Banyak cerita dan kenangan saat dekat dengan beliau bertahun-tahun, sejak beliau menjabat sebagai wakil walikota Samarinda.

Bila dituliskan, mungkin bisa menjadi banyak buku.
Saya mengenal beliau sebelum tahun 1999. Sebelum beliau menjabat sebagai Wakil Walikota yang pertama di Kalimantan Timur. Beliau mendampingi Walikota H. Lukman Said (Sebelumnya, Kepala daerah hanya dijabat Walikota dan bupati, tanpa didampingi wakil).

Saya kenal beliau karena pekerjaan saya sebagai wartawan bidang politik & pemerintahan, yang ngepos di Balaikota dan DPRD Samarinda.
Saat beliau menjabat sebagai wakil walikota itulah banyak waktu saya habiskan bersama beliau. Apalagi saat itu, ada keinginan beliau untuk maju pada pemilihan walikota Samarinda. Tidak hanya pada saat jam kerja saja bertemu beliau, tengah malam pun kami selalu bertemu. Bukan di hotel mewah atau tempat hiburan. Tapi di warung jenggo. Sambil minum STMJ. Pembicaraan utama terkait dengan Pilkada. Di antaranya karena saat itu kepala daerah masih dipilih oleh anggota DPRD, maka beliau ingin mengetahui peta arah dukungan 45 anggota DPRD Samarinda dan pembicaraan lain, yang mungkin lebih leluasa berbicara dengan kawan wartawan dibandingkan dengan orang partai pengusung dan pendukung.

Ketika itu, mungkin sayalah satu-satunya wartawan, yang banyak menghabiskan waktu dan dekat dengan beliau. Saat itu, di Kaltim hanya ada 2 koran harian daerah, Manuntung (Kaltim Post) & Suara Kaltim. Achmad Amins kala itu menjadikan saya tim sukses dari media. Pilihannya menjadikan saya “wartawan tidak independen” cukup tepat. Karena saya lah wartawan, yang lebih banyak nongkrong dan akrab dengan anggota DPRD Samarinda. Saya mengetahui betul rahasia dukungan sebagian besar anggota dewan. Bahkan, saya juga menjadi “perantara komunikasi” anggota dewan dengan Achmad Amins melalui telepon seluler, untuk melakukan pendekatan atau bila ada sesuatu yang akan dibicarakan. Pembicaraan lain, termasuk siapa pasangan pendamping (wakil walikota) yang cocok untuk beliau.

Tanpa mengurangi peran yang lain dan karena kehendak takdir Allah SWT, suatu waktu menjelang penentuan Cawali, di Hotel Tepian Achmad Amins & HM Fuad Arieph (Ketua DPRD Samarinda) melakukan pembicaraan serius. Kebetulan ada saya. Karena selain akrab dengan Achmad Amins, saya juga akrab dengan HM Fuad Arieph, bahkan seperti orang tua sendiri.

Di antara pembicaraan seputar figur Cawali. Ada banyak nama yang dibicarakan. Selain figur dari anggota dewan, juga dari tokoh tokoh masyarakat lainnya. Karena saat itu yang memilih kepala daerah adalah anggota dewan, maka disepakati Cawali pendamping Achmad Amins diambil dari anggota dewan. Yang berkesan bagi saya ketika itu, kedua tokoh itu melibatkan saya masuk dalam pembicaraan. Achmad Amins ketika itu lebih menyerahkan keputusan pendamping kepada Fuad Arieph. Saya melihat, ketika itu Fuad Arieph bingung, sementara malam itu akan ada rapat pengurus Golkar. Saya menyebut bingung, karena asbak di atas meja penuh puntung rokok. Rokok Fuad Arieph sudah habis dua bungkus. Asbak sudah penuh puntung rokok.

Menjelang akhir pembicaraan, Fuad Arieph sempat menanyakan atau meminta pendapat saya, siapa kira-kira figur di dewan yang bisa memungkinkan untuk menang. Ketika itu, saya jawab; Syaharie Jaang. Fuad Arieph terkejut. Karena tidak mungkin Syaharie Jaang, yang “dibuang” (baca : tidak didukung) partainya bisa membantu menamvah perokehan suara. PDIP tidak mendukung Syaharie Jaang. Bahkan Syaharie Jaang dipecat dari partai banteng gemuk itu. PDIP saat itu sudah memiliki jago, pasangan Lukman Hakim & Dicky Soesanto (Golkar). Bahkan (saya hari-hari di DPRD Samarinda) mayoritas (mungkin semua, selain anggota fraksi PDIP) kurang mendukung Syaharie Jaang. Bahkan ada anggota dewan yang menyebut, bila :menggandeng Syaharie Jaang”, sama seperti membawa “ponton kosong”. Artinya tidak ada “modal”. Fuad Arieph sempat menanyakan, apa alasannya kenapa Syaharie Jaang. Saya jawab bila ingin figur “yang baik” bukan karena peta dukungan di dewan hari itu (sebelum pemilihan), maka Syaharie Jaang adalah figur yang tepat. Saya menyebutkan “figur baik”, figur Syaharie Jaang, di antaranya karena santun kepada yang tua dan muda. Bahkan (misalnya) kepada saya sendiri yang lebih muda pun ketika itu, memakai “piyan” dan “ulun”. Sebenarnya alasan yang tak ada kaitannya dengan “perolehan suara”. Walaupun ketika itu Achmad Amins menyerahkan keputusan kepada Fuad Arieph, beliau nampaknya setuju saja bila dipasangkan dengan Syaharie Jaang. Ada pertimbangan-pertimbangan lain, kenapa tidak memilih kawan anggota dewan lainnya. Akhirnya “tangan Tuhan” yang tak masuk hitungan ikut menentukan kemenangan.

Ada banyak cerita lainnya tentang Achmad Amins. Bila semalaman dituliskan tidaklah cukup. Akan banyak halaman.

Di antaranya ; Seperti tentang keterlibatan Achmad Amins tentang pemberian insentif (gaji) Ketua RT. Samarinda adalah kota pertama di Indonesia yang “berani menghargai” Ketua RT, melalui pemberian gaji/honor di awal Achmad Amins terpilih sebagai Walikota Samarinda di tahun 2001. Setelah itu kota-kota lainnya di Indonesia mengikuti. Bahkan Jokowi pun baru meniru saat terpilih sebagai Gubernur Jakarta hampur sepuluh tahun lebih kemudian.

Selain itu, Achmad Amins juga memprogramkan pengobatan gratis, yang selanjutnya program itu kembali diikuti oleh pemerintah pusat, terobosan lainnya pendidikan gratis, dan pemberian sejumlah intensif kepada guru TK-TPA, tokoh-tokoh agama, seperti imam, kaum masjid dan lain-lain. Sebagai walikota Samarinda, Achmad Amins juga kaya dengan ide, selanjutnya perlu dukungan pihak lain untuk meneruskan, seperti memulai membangun jembatan Mahakam II, Bandara Samarinda Baru, pelabuhan Palaran, membangun RSUD IA Moeis, membentuk BPR (Bank Perkreditan Rakyat) dan lain-lain.

Kerja besar Achmad Amins lainnya, yang tak mampu dilakukan kepala daerah lainnya di Indonesia adalah cara menggusur warga bantaran sungai. Hanya di Samarinda, dan hanya saat Achmad Amins menjadi walikota, ribuan warga bantaran mendapatkan rumah gratis tipe 36 ditambah uang santunan.

Bila tidak karena keberhasilan (perjuangan panjang) merelokasi warga SKM inilah, mungkin tidak ada perumahan Bengkuring, perumahan Pelita 4, pelita 7, Handil Kopi dan perumahan warga SKM di Jl. Damanhuri II.
Ada banyak keberhasilan yang telah dicapai oleh Achmad Amins, terutama saat menjabat sebagai Walikota Samarinda.

Bagi saya sendiri, yang tak saya lupakan dan akan selalu saya kenang sepanjang hidup adalah “hadiah” naik haji di tahun 2003 lalu, yang diberikan oleh Pemerintah Kota Samarinda kepada  saya.

Hanya doa ditambah al fatehah 3 X, yang bisa saya sumbangkan untuk membalas banyak kebaikan yang telah beliau lakukan. Semoga dengan kebaikan-kebaikan yang beliau lakukan akan mendapatkan balasan sorga dari Allah SWT, amin yaa robbal alamin dan semoga keluarga yg ditinggakan tetap tabah, amin yaa robval alamin.

Penulis : Akhmad Zailani

Sumber : facebook

 

 

 

Related Post