Samarinda Sebagai Kota Tepian

Senin, 1 Februari 2021 | 10:28 am | 270 Views |
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
                                                                     

Penulis : Oemar Dachlan

 
 

            Sejak 21 Januari 1988 lalu, oleh Pemerintah Daerah Tk II Samarinda, Ibukota Provinsi Kalimantan Timur ini“diproklamirkan” sebagai Kota Tepian. Tanggal 21 Januari adalah tanggal – bulan mulai terbentuknya Kotamadya (waktu itu masih disebut sebagai Kota Praja) pada tahun 1960, berdasarkan Undang-Undang No. 27 tahun 1969 yang juga menjadi dasar pembentukan Kotamadya Balikpapan. Dengan demikian, Hari diresmikannya sebutan “Kota Tepian” untuk samarinda pada 21 Januari 1988 itu bertepatan hari jadi ke-28 Kotamadya Samarinda.

            Yang dimaksud dengan TEPIAN ialah singkatan dari kata-kata Teduh, Rapi, Aman dan Nyaman. Jadi dengan menggunakan kata atau julukan “TEPIAN” tersebut, Pemda setempat mencita-citakan Samarinda menjadi kota yang antara lain Teduh dan Rapi termasuk Bersih. Namun secara secara harfiah(tegasnya, bukan sebagai kota singkatan) kata tepian tersebut memang sesuai juga dengan kondisi Samarinda. Sebab kota ini terletak di tepian (pinggir) sungai Mahakam – sungai terpanjang di Kaltim. Sehingga Samarinda merupakan juga kota pelabuhan yang dikeluar masuki kapal-kapal laut yang menghubungkan antara daerah (pulau) dan yang berbobot mati sampai berat 5000 ton.

            Tetapi yang terutama meramaikan Samarinda sebagai kota pelabuhan ialah kapal-kapal kecil yang menghubungkan Samarinda dengan tempat-tempat lainnya yang terletak di tepian Sungai Mahakam – baik yang di hilir maupun yang di hulu Samarinda,sampai jauh di daerah pedalaman Kabupaten Kutai. Atau yang disebut juga daerah Hulu Mahakam.

            Jalur sungai mahakam yang membentang di depan Samarinda boleh dikatakan tidak pernah sepi dari hilir mudiknya alat-alat angkutan sungai yang terdiri dari bermacam-macam bentuk. Selain hilir mudik, ada juga jenis alat angkutan sungai (yang juga membawa penumpang) yang seberang-menyebrang sungai mahakam, pada jalurnya yang membentang di depan Samarinda itu.

            Sebab, tepat berhadapan (berseberangan) dengan Samarinda yang ibukota Kaltim atau Samarinda – kota terletak Samarinda seberang, sebuah kota kecamatan dalam daerah Kotamadya Samarinda. Alat angkutan sungai yang menghubungkan Samarinda – kota dengan Samarinda seberang dan sebaliknya) disebut perahu tambangan, lazimnya disebut tambangan saja.

            Tambangan ini jelas merupakan alat angkutan sungai yang tertua di sungai mahakam. Yakni sejak berdirinya dua tempat pemukiman yang letaknya berseberangan dengan dipisahkan sungai terpanjang di Kaltim dan yang diantara penduduknya masing-masing perlu menyeberang, baik setiap hari maupun pada hari-hari tertentu saja. Sehingga paling tidak sejak 1 abad lalu sudah ada perahu tambangan yang menyeberangkan penumpangnya dari Samarinda Kota ke Samarinda Seberang atau sebaliknya.

            Kalau tadinya selama lebih setengah abad, tambangan tersebut hanya dikayuh (dengan menggunakan tenaga manusia) dalam “operasinya” seberang menyeberang sungai mahakam. Maka sejak akhir dasawarsa 60-an  sudah ada yang menggunakan mesin sesuai dengan tuntutan zaman. Sehingga sejak sekitar 10 tahun lalu semua tambangan itu sudah menggunakan mesin, baik mesin dalam maupun mesin luar (yang disebut mesin tempel).

HM Kadrie Oening bersama dengan anggota dewan ketika turun lapangan. Foto ist/ koleksi Akhmad Zailani

            Meskipun sejak tahun 1986 lalu sudah ada jembatan Mahakam yang menghubungkan Samarinda kota dengan Samarinda Seberang dan sebaliknya tetapi karena letaknya cukup jauh dari pusat kota (sekitar 7 km ke arah hulu), maka kehadiran jembatan mahakam itu boleh dikatakan tidak ada pengaruhnya bagi tambangan untuk dapat tetap beroperasi sampai sekarang. Terutama para pedagang kecil dan  orang-orang yang ingin cepat menyeberang lebih suka menggunakan tambangan yang sudah diberi mesin yang disebut juga ketinting.

            Sehubungan dengan ini perlu diterangkan dibangunnya Jembatan Mahakam, terutama adalah lebih memudahkan jalan darat Samarinda – Balikpapan dan Samarinda-Tenggarong maupun sebaliknya tanpa harus berpindah ke perahu tambangan untuk menyeberangi sungai yang di bagian hulunya berpenghuni sejenis ikan langka yang bernama pesut.

            Selain itu Jembatan Mahakam yang peresmiannya pada tahun 1986 lalu dilakukan Presiden Soeharto sendiri merupakan mata rantai yang sangat besar artinya dari jalan negara yang menghubungkan daerah ke Kalimantan. Kembali pada sebutan Kota Tepian menurut pengertiannya sebagai kata-kata singkatan Teduh rapi Aman dan Nyaman bagi samarinda seperti yang diresmikan Pemda Kotamadya Samarinda sendiri dalam rangka peringatan HUT ke-28 pada 21 Januari 1988.

            Sebenarnya sejak tahun-tahun sebelumnya terutama sejak Walikotanya yang sekarang Drs. H.A Waris Husein memegang jabatan tersebut pada tahun 1986 Samarinda sudah dibenahi untuk menjadikannya kota yang sesuai dengan apa yang dimaksud dengan singkatan kata-kata TEPIAN tersebut. Dengan menempuh berbagai cara dan dengan didukung partisipasi masyarakat Samarinda yang menyadari tentang antara alin pentingnya lingkungan sehat dan bersih maka cita-cita Pemda setempat untuk men-“Tepian”-kan kotanya yang terletak dipinggiran sungai Mahakam secara perlahan tetapi pasti menunjukkan keberhasilannya.

            Sehingga dari 13 kota diantaranya 4 yang termasuk dalam kategori kota sedang yang berhasil meraih penghargaan Adipura dari Presiden untuk tahun 1989 ini (yang upacara penganugrahannya berlangsung di Istana Negara pada 3 Juni lalu) termasuk Samarinda sebagai Kota Sedang. Dan kalau kita tidak keliru Samarinda yang kota Tepian ini merupakan satu-satunya kota di seluruh Kalimantan yang pernah menerima penghargaan / anugrah Adipura tersebut.

Samarinda, 29 September 1989

Penulis : Oemar Dachlan

Editor : Akhmad Zailani

Related Post