Surat kabar Persatoen adalah surat kabar Islam dan diperkirakan sudah terbit di Samarinda akhir tahun 1920 atau di awal 1923. Directeur & Hoofdredacteur Persatoen ialah RS Maradja Sajoethi Loebis.
Suara Kaltim – Sejarah pers di Indonesia menyebutkan pergolakan perlawanan menentang penjajahan Hindia Belanda di Samarinda melalui surat kabar terjadi pada tahun 1928, ketika tokoh Sarekat Islam R.S. Maradja Sajoethi Loebis menerbitkan surat kabar bernama Persatoen.
Namun Tokoh pers Kaltim H Oemar Dachlan mencatat, surat kabar Persatoen diperkirakan sudah terbit di akhir tahun 1922 atau di awal 1923. Directeur & Hoofdredacteur Persatoen ialah RS Maradja Sajoethi Loebis Selain Persatoen, satu surat kabar lainnya bernama Perasaan Kita. Surat kabar Perasaan Kita diterbitkan oleh Anang Atjil Kesoema Wira Negara, yang menjadi Directeur & Hoodfdredacteurnya. Anang Atjil lebih akrab disebut Jaksa Anang Atjil. Karena pensiunan Jaksa.
Dua surat kabar itulah, Persatoen dan Perasaan Kita, surat kabar yang pertama kali terbit di Kaltim, khususnya Samarinda. Mengenai surat kabar yang duluan terbit, Oemar Dachlan tidak bisa memastikan.
” Saya tidak ingat lagi, yang mana di antara 2 koran ini yang lebih dulu terbit, namun yang manapun di antara keduanya yang terbit lebih dulu, beberapa bulan saja selisihnya dari terbit yang belakangan. Yang jelas, sekitar pertengahan tahun 1923, Samarinda sudah mempunyai 2 koran, yang masing-masing bernama Persatoen dan Perasaan Kita,” tulis Oemar Dachlan dalam bukunya Riwayat Singkat Pers di Kalimantan Timur (Sampai berakhirnya kekuasaan Belanda pada akhir tahun 1949.
Seingat Oemar Dachlan, Persatoen mula-mula terbit 10 hari sekali, kemudian terbit mingguan, yang waktu itu lazimnya disebut Weekblad. Sedangkan Perasaan Kita terbit langsung sebagai mingguan. .
Surat Kabar Persatoen adalah sebuah koran nasional yang berdasar Islam. Selain sebagai wartawan (yang pada zaman penjajahan dulu lazimnya disebut jurnalis). M. Sajoethi Loebis adalah juga seorang propogandis Sarekat Islam, sebuah organisasi Islam yang pada waktu itu cabang-cabangnya sudah tersebar di berbagai daerah di Indonesia, juga di Kalimantan Timur.
Selain melalui tulisan-tulisannya, Sajoethi adalah seorang orator. Pidato-pidatonya lebih banyak mengkritik tajam pemerintahan penjajahan Belanda, seperti tulisannya dalam Persatoen yang dipimpinnya.
Karena dua tulisan di dalam surat kabar Persatoen, M Sajoethi Loebis sebagai penanggung jawab surat kabar pernah di penjara. Dua tulisannya dalam surat kabar Persatoen terkena persdelict (ranjau pers) oleh pengadilan kolonial Hindia Belanda ( Landraad ). Putusan pengadilan kolonial Belanda, dalam sidang tanggal 22 Desember 1926, M Sajoethi Loebis dijatuhi hukuman penjara selama 2 tahun 4 bulan. Hukuman penjara harus dijalani di penjara Tjipinang , Batavia (sekarang Jakarta).
Usai putusan Landraad Samarinda, M Sajoethi Loebis tetap melakukan protes. Orator ulung ini mengajukan banding ke Raad Van Justitie di Surabaya. M Sajoethi Loebis tetap dinyatakan bersalah, namun hukumannya dikurangi menjadi 5 bulan saja dan tetap harus dijalani di penjara Tjipinang , Batavia.
Sejak M Sayoeti Loebis di penjara, surat kabar Persatoen tidak terbit lagi.
Peran M. Sajoethi Loebis di Banjarmasin
Sebelum di Samarinda, Sajoeti Loebis pernah bertempat tinggal di Banjarmasin.
Ada sekilas catatan tentang M Sayoeti Loebis di Banjarmasin. Ketua Sarekat (SI) Islam, H.O.S Cokroaminoto mengirim Sajoethi Loebis untuk membenahi Sarekat Islam yang mengalami kemunduran.
SI di Borneo Selatan berdiri atas peran HM Arip, seorang pedagang asal Marabahan yang pulang pergi antara Jawa dan Kalimantan. HM Arip juga menjabat sebagai komisaris SI Surabaya.
H.O.S Cokroaminoto kemudian meminta HM Arip untuk memnjabat sebagai Komisaris Sarekat Islam untuk daerah Kalimantan Selatan. Tanggal 16 Oktober 1905 di Banjarmasin berdiri lah cabang SI di Borneo Selatan.
Pengakuan berbadan hukum (rechtspersoon) oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai SI lokal baru diberikan pada tanggal 30 september 1914 melalui Besluit Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 33 kepada SI Cabang Banjarmasin.
SI yang dipelopori H.O.S Cokroaminoto adalah organisasi perlawanan secara politik terselubung dalam misi-misi sosial ekonomi. SI menyebar ke berbagai daerah, termasuk ke borneo.
Secara garis besar SI menjalankan misi mengembangkan jiwa dagang, membantu anggota saat mengalami kesulitan bidang usaha, memajukan pengajaran dan semua usaha untuk mempercepat naiknya derajat rakyat, memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam, serta hidup menurut perintah agama.
SI terus berjuang di bidang ekonomi, sosial, pendidikan dan keagamaan. SI pernah mendirikan Sarekat Dagang dan Sarekat Pelayaran. Namun tak mampu melawan monopoli perdagangan yang telah dikuasai orang-orang Tionghoa.
Kegagalan SI di bidang ekonomi membawa pengaruh buruk terhadap kinerja organisasi. Sehingga hingga tahun 1920, SI di Kalimantan Selatan tidak ada kegiatan.
Untuk menyelamatkan SI di Borneo Selatan, Centraal Sarekat Islam (CSI) kemudian mengirim seorang tokoh muda SI, yakni Maradja Sajoethi Lubis . M Sajoethi Loebis dikenal sebagai propagandis muda yang terpelajar, cakap, berani dan dinamis.
Sajoethi Lubis kemudian merombak kepengurusan, pengurus yang lama diganti dengan pengurus yang baru. Sajoethi Loebis juga membentuk beberapa departemen seperti Departemen Perburuhan, Pertanian, Urusan Nelayan, dan sebagainya.
Pada tahun 1923, SI juga mendirikan organisasi kewanitaan dengan nama SI Dunia Isteri dengan ketuanya Siti Masiah.
Untuk menghimpun potensi SI lokal dan organisasi-organisasi di luar SI lainnya, dalam dua tahun berturut-turut pada 1923 dan 1924 digelar Nationaal Borneo Congres I dan II yang diikuti oleh semua wakil-wakil SI Lokal, terutama yang berada di Keresidenan Afdeling Selatan dan Timur Borneo.
H.O.S Cokroaminoto dan H Agus Salim tidak bisa hadir. Karena dilarang Belanda. Kongres berhasil menyusun mosi berisikan segala macam keberatan-keberatan dan permohonan rakyat Borneo kepada Pemerintah Hindia Belanda dalam bidang-bidang politik, ekonomi, pajak, rodi, pendidikan dan sebagainya.
Pemakaian kata “nasional” dalam Nationaal Borneo Congres merupakan cerminan dari upaya dari pemimpin-pemimpin SI di Kalimantan untuk menyebarkan dan menegakkan cita-cita sebagai satu bangsa, dan cita-cita itu juga dimanifestasikan melalui keikutsertaan cabang-cabang Sarekat Islam di Kalimantan Selatan dalam Nationaal Indische Congres (NIC).
Setelah ditangani Sajoethi Loebis dengan melakukan reorganisasi, SI di Kalimantan Selatan bangkit dari kemunduran. SI dapat bergerak lebih dinamis dalam berjuang di berbagai bidang, seperti melanjutkan kegiatan gotong royong dengan membentuk sinoman kematian, sinoman perkawinan, sinoman perayaan dan sebagainya.
SI juga memberi bantuan kepada anggotanya yang ditimpa kemalangan dan membantu fakir miskin, merehabilitasi masjid-masjid dan langgar, mendirikan sekolah-sekolah Islam. Bahkan, SI juga menuntut perlakuan yang sama sebagaimana diberikan Pemerintah Hindia Belanda terhadap golongan Eropa, Timur Asing.
Kehadiran Sarekat Islam justru sangat mewarnai perubahan dalam kehidupan keagamaan di Kalsel. Organisasi ini tak hanya bergerak dalam kegiatan sosial dam ekonomi. Mereka juga bergerak dalam pendidikan dan keagamaan. Walaupun, dalam hal pembaharuan keagamaan tidak semenonjol seperti apa yang dilakukan organisasi Muhammadiyah.
Selain aktif dengan banyak kegiatan Sajoethi Loebis sempat menerbitkan surat kabar di Kalimantan Selatan, dengan nama. Surat Kabar Keadaan Zaman dan Surat Kabar Borneo Bergerak. Surat Kabar Keadaan Zaman dicetak sendiri di Banjarmasin, sedangkan Surat Kabar Borneo Bergerak dicetak di Surabaya.
Dua surat kabar itu diperkirakan dicetak sebelum M Sajoethi Loebis ke Samarinda di tahun 1922. Karena pada akhir tahun 1922 M Sajoethi Loebis sudah menerbitkan surat kabar Persatoen.
Setelah di penjara di Tjipinang, Batavia, M Sajoethi Loebis kembali ke Samarinda. M. Sayuti Loebis, menetap di Jogyakarta dan menerbitkan koran baru (yang juga berdasar islam), sampai dia berpulang meninggal dunia pada tanggal 4 Oktober 1943, semasa pendudukan Jepang dalam usia 43 tahun
Penulis | Akhmad Zailani & Wajidi Amberi |
Editor | Akhmad Zailani |