Berzikir Untuk Mengusir Setan dari Hati

Kamis, 19 Juli 2018 | 7:04 am | 1207 Views |
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
                                                                     

 

SETAN DALAM DIRIMU SELALU MENGGANGGU.
 
 www.suarakaltim.com– Dalam kitab Aja’ib al-Qalb, Ihya ‘Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan tentang bisikan-bisikan setan di hati manusia saat terjaga, atau saat berdzkir dan shalat. Menurutnya, terdapat lima pendapat tentang hal tersebut. Apakah dzkir bisa mengusir setan di hati? Sampai kapan setan tetap berbisik dalam hati? Bagaimana bisikan-bisikan setan itu muncul? Bagaimana membedakan bisikan setan saat shalat dan berdzikir?

 

Menurut Imam Al-Ghazali, terdapat 5 golongan yang berpendapat tentang hal tersebut:
Pertama, menyebut bahwa bisikan hati yang disebabkan oleh setan itu akan berhenti jika kita melakukan dzkir kepada Allah (dzirullah). Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW, “Maka ketika seseorang mengingat Allah (berdzikir kepada Allah) niscaya setan akan mengendap-endap.” (HR Ibnu Abi Dunya).
 
Kedua, pada dasarnya bisikan setan itu sebetulnya tidak hilang. Bisikan setan tetap berada di hati, meskipun tidak menimbulkan pengaruh. Sebab, jika hati sedang larut dalam dzikir niscaya ia akan tersekat dari pengaruh bisikan tersebut, sebagaimana orang yang sedang sibuk dengan khayalannya. Terkadang hanya bergumam sendiri dan tidak mengerti apa yang diucapkannya, walaupun sebenarnya suara itu terlintas di pendengaran.
 
Ketiga, bisikan yang dibangkitkan setan itu tak akan lenyap dan dampaknya tak akan hilang. Namun yang hilang itu hanya dominasinya saja terhadap hati, bisikannya tetap ada secara samar atau terdengar seperti dari kejauhan.
 
Keempat, bisikan setan itu lenyap sejurus seseorang berdzkir kepada Allah, meskipun kadang-kadang muncul kembali. Keduanya datang bergantian dalam waktu berdekatan, bukan dalam waktu bersamaan. Mereka yang berpendapat seperti ini dengan dalil hadis tentang mengendapnya setan ketika seseorang sedang berdzikir.
 
Kelima, sesungguhnya bisikan yang dibangkitkan oleh setan dan dzkir itu sendiri berjalan bersamaan tanpa pernah putus di dalam hati. Ini sama seperti seseorang yang kadang melihat dua bentuk benda dalam waktu yang sama. Demikian juga dengan hati yang kadang-kadang menjadi tempat lewatnya dua benda. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap hamba pasti memiliki dua pasang mata; yakni sepasang mata di kepalanya yang bisa ia gunakan untuk melihat urusan dunianya; dan sepasang mata di hatinya yang bisa ia gunakan untuk melihat urusan agamanya.” (HR Abu Mansur). Inilah pendapat yang diikuti oleh Al-Muhasibi.
 
Menurut Imam Al-Ghazali, kelima pendapat ini benar. Namun, penjelasan kelimanya belum selesai karena tidak menjelaskan seluruh jenis bisikan. Umumnya, pandangan masing-masing dari mereka hanya memandang pada satu jenis bisikan saja. Padahal, bisikan (was-was) yang dibangkitkan oleh setan itu beragam jenisnya.
 
Pertama, bisikan yang isinya benar, namun sebenarnya menipu. Setan kadang-kadang membisikan kalimat-kalimat yang nampaknya benar tapi sebetulnya dilakukan hanya untuk menipu. Misalnya, ia berbisik di hati seseorang, “Jangan bersenang-senang dari segala kesenangan. Usia itu panjang dan harus bersabar terhadap godaan nafsu syahwat sepanjang hidup itu sungguh-sungguh berat.”
Menurut Imam Al-Ghazali, pada saat itu, sebenarnya kalau seseorang mau berdzikir dan mengingat keagungan Allah dan besarnya pahala serta siksa-Nya, tentu ia akan berkata kepada dirinya sendiri bahwa “Bersabar dari hawa nafsu syahwat itu memang berat, tetapi bersabar dari siksa api neraka jauh lebih berat lagi.” Kita harus memilih di antara keduanya. Jika kita mengingat janji Allah berupa pahala baik dan siksa di neraka, lalu kita menguatkan keimanan dan keyakinan, maka setan akan mengendap-endap dan lari menjauh dari hati kita. Sebab, setan tak mampu berkata kepada kita bahwa siksa api neraka itu lebih ringan daripada bersabar menahan nafsu syahwat.
Menurutnya, setan juga kadang-kadang membisikan kepada seorang hamba tentang perasaan bangga atas kelebihan yang ia miliki. Misalnya, setan berbisik, “Mana ada orang yang mampu mengenal Allah seperti engkau mengenal dan menyembah-Nya dalam shalat?” Sebenarnya dengan pernyataan ini, setan sedang mengalihkan pandangan kita saat shalat.
 
Kedua, bisikan itu timbul karena berkobarnya nafsu syahwat. Bisikan semacam ini ada dua macam, yakni 1) Bisikan yang diketahui oleh hamba Allah secara yakin bahwa itu merupakan perbuatan maksiat; 2) Bisikan yang diduganya dengan dugaan yang kuat.
Jadi, jika seorang hamba mengetahui dengan keyakinan bahwa itu perbuatan maksiat, maka ia akan melawannya dengan berdzikir kepada Allah. Dan, ini akan membuat setan terjungkal dan enggan untuk mengobarkan nafsu syahwat. Namun, setan tidak berhenti total membisikan hal tersebut, sehinga diperlukan upaya mujahadah untuk melawannya. Maka, sebenarnya bisikan setan tetap ada, namun ia tertolak dan tak berhasil.
 
Ketiga, adanya bisikan yang muncul dalam bentuk bersitan hati saja, mengingat hal-hal yang bersifat umum, atau misalnya mengingat hal lain saat kita shalat. Saat kita mengingat Allah kembali (dzkir) maka bisikan itu lenyap sebentar, tetapi kemudian muncul lagi, lenyap dan muncul lagi. Dalam hal ini, dzikir dan bisikan setan datang silih berganti. Lalu, tergambarlah keduanya datang beriringan. Keduanya seolah berada pada dua tempat yang berbeda di dalam hati. Maka, sulit dibayangkan bahwa setan itu bisa lenyap secara total hingga tak ada lagi terbersit di dalam hati. Namun, meskipun sukar, itu bukan sesuatu yang mustahil. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa melakukan shalat dua rakaat sedangkan hatinya tidak berkata sesuatu pun mengenai urusan dunia, niscaya dosanya yang telah lalu diampuni.”
 
Menurut Imam Al-Ghazali, jika masalah ini tak bakal terjadi, tentu permasalahan ini tak akan menjadi perhatian Rasulullah seperti pada hadis di atas. Kecintaan kepada Allah yang sangat kuat hingga ia berhasil menghilangkan semua gambaran cinta pada selain-Nya di dalam hati.
 
Kita kadang-kadang melihat orang yang hatinya diliputi oleh pikiran tentang musuh, sehingga hatinya diliputi oleh pikiran tentang musuhnya, sehingga hatinya sering sakit melihat apa yang dilakukan oleh musuhnya tersebut. Kata-kata musuhnya terus terbersit dalam hatinya. Begitu pula seperti orang yang sedang dimabuk asmara. Kadang-kadang, dia memikirkan dan merenungkan ucapan kekasihnya dengan hati, sehingga ia tenggelam dalam pikirannya. Maka, yang terbersit dalam hatinya hanya ucapan sang kekasih.
Menurut Imam Al-Ghazali, sangat mungkin bagi seorang hamba Allah untuk terbebas dari setan dalam rentang waktu yang singkat, tidak lama. Dan, amat sulit, bahkan bisa dikatakan mustahil, bagi setiap hamba terbebas dari pengaruh setan untuk jangka waktu yang lama atau selamanya. Jika setiap hamba mampu terbebas dalam waktu cukup lama dari bisikan setan dan bersitan hawa nafsu, tentu Rasulullah SAW berhasil dari masalah semacam ini. Padahal, pernah disebutkan dalam hadis, bahwa suatu hari ketika beliau sedang shalat, beliau melihat kain korden bergambar. Selesai shalat beliau ingin agar kain itu dicopot, dan bersabda, “Tadi, kain ini telah mengganggu shalatku. Bawalah kain itu kepada Abu Jahm dan bawalah kepadaku kainnya yang lain yang tidak bergambar.”
 
Diriwayatkan pula, “Di tangan Nabi SAW melingkar cincin beliau, dimana beliau saat itu berdiri di atas mimbar, beliau lalu membuangnya seraya berkata, ‘Sesekali memandangnya dan sesekali memandang kalian.” Mengapa Nabi melakukan ini? Sebab, bisikan setan telah menggerakkan rasa nikmat untuk memandang cincin emas dan gambar pada kain korden tersebut. Ini terjadi sebelum emas diharamkan secara syariat sehingga Rasullah memakainya.
 
Selama seseorang masih memiliki harta di luar kebutuhan, meskipun hanya uang satu dinar, ia akan terus dibisiki oleh setan untuk memikirkan dinarnya. Bisikan itu bisa tentang bagaimana menjaga harta tersebut, cara membelanjakannya, bagaimana menyembunyikannya agar tak diketahui orang lain, atau yang lainnya. Atau bagaimana ia bisa memamerkan harta itu untuk dibanggakannya.
 
Barangsiapa yang menancapkan kukunya pada dunia, lalu ia berharap terbebas dari setan, adalah laksana orang yang membenamkan tangannya di dalam air madu, namun mengira tidak akan ada lalat yang bakal menempel padanya. Hal ini mustahil, sebab dunia adalah pintu gerbang bagi masuknya bisikan setan. Dan, setan punya banyak pintu.
–Disarikan dari Kitab Aja’ib al-Qalb, Ihya ‘Ulumuddin, Imam Al-Ghazali.

Related Post