Presiden Dikabarkan Tunda New Normal di Sekolah, IGI Minta Mendikbud Terbuka

Senin, 1 Juni 2020 | 7:15 pm | 29 Views |
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
                                                                     

Ilustrasi-Sejumlah siswa mengikuti sosialisasi penggunaan masker di Sekolah Tunas Global, Depok, Jawa Barat, Selasa (3/3/2020). Foto ANTARA – Asprilla Dwi Adha

Kalangan guru yang tergabung dalam Ikatan Guru Indonesia menyambut baik kabar penundaan pemberlakuan new normal di dunia pendidikan. IGI juga meminta Mendikbud menyampaikan hal ini secara terbuka.

 

Makassar, Suara Kaltim Online– Kalangan guru yang tergabung dalam Ikatan Guru Indonesia menyambut baik kabar penundaan pemberlakuan new normal di dunia pendidikanIGI juga meminta Mendikbud menyampaikan hal ini secara terbuka.

Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim menyampaikan sambutan positif atas kebijakan Presiden Jokowi menunda pemberlakuan new normal di dunia pendidikan.

Hal itu dikemukakan Ramli dalam keterangan persnya di Makassar, Minggu (31/5/2020), menanggapi penyampaian Menko PMK Muhadjir Effendi terkait kebijakan Presiden Jokowi yang tidak ingin penerapan new normal di sekolah diterapkan secara grusa-grusu.

Penerapan new normal di sekolah dinilai masih sangat berisiko jika dilakukan dalam waktu dekat, protokol keselamatan di sekolah berbeda kondisinya dengan sektor umum lainnya terlebih yang dihadapi adalah anak-anak.

Berkaitan dengan hal tersebut, Ramli meminta Mendikbud Nadiem Makarim sesegera mungkin menyampaikan kebijakan pemerintah tersebut secara terbuka mengingat begitu banyak pihak Dinas Pendidikan saat ini yang sudah bersiap-siap menjalankan pembelajaran tatap muka mulai 13 Juli 2020.

Ramli mengatakan, IGI tetap menolak adanya keinginan banyak pihak mendorong pembelajaran tatap muka meskipun dengan protokol kesehatan yang ketat, termasuk memperpendek waktu belajar menjadi hanya empat jam tanpa istirahat.

IGI sangat yakin, sekolah yang saat ini digawangi sekitar 60 persen guru non-PNS dengan mayoritas pendapatan hanya Rp250 ribu per bulan tak akan sanggup menjalankan protokol kesehatan secara ketat bagi anak didik mulai dari masuk pagar sekolah hingga meninggalkan pagar sekolah, ini belum termasuk protokol kesehatan diantar ke sekolah dan rumah.

Memang akan ada sekolah, terutama sekolah swasta bonafid atau mantan sekolah unggulan yang mampu menjalankannya dengan baik tapi itu tak layak menjadi alasan untuk menerapkan pembelajaran tatap muka secara keseluruhan.

Karena itu potensi penularan Covid-19 kepada anak atau dari anak sangat besar meskipun belajar hanya satu jam di sekolah.

Oleh karena itu, lanjut Ramli, Kemendikbud harus bersikap tegas sesuai arahan Presiden. Kegamangan Kemdikbud mengakibatkan disdik daerah mempertaruhkan nyawa anak didik, ujarnya.

New normal di dunia pendidikan seharusnya diterapkan hanya jika new normal di luar dunia pendidikan sudah sukses dijalankan,” kata Ramli.

Saat berita ini dibuat belum ada penjelasan dari pihak Istana, Menko PMK maupun Kemendikbud soal penundaan new normal di lingkungan pendidikan.

Related Post