Pajak Mobil Dihapus: Bulan Depan, Harga Mobil Baru Agya dari Rp161 Juta menjadi Rp96 Juta

Minggu, 14 Februari 2021 | 7:09 am | 25 Views |
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
                                                                     

Suara Kaltim – Program pajak mobil dihapus menjadi angin segar bagi dunia otomoatif. Karena harga mobil akan murah karena pajak mobil dihapus mulai 1 Maret 2021.

 
Seperti diketahui Pemerintah, melalui Menteri Koordinator Perekonomian, memberikan kebijakan relaksasi pajak. Pajak Penjualan Barang Mewah untuk mobil baru (PPnBM Mobil) dihapus atau nol persen.
 
Program Relaksasi PPnBM Mobil ini diwujudkan dalam penghapusan pajak PPnBM mobil baru yang akan dimulai pada 1 Maret 2021. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyetujui usulan Kementerian Perindustrian terkait relaksasi PPnBM Mobil secara bertahap selama 2021, terutama untuk kendaraan di bawah 1.500 cc untuk kategori sedan dan 4×2.
 
Rencana pajak mobil dihapus oleh pemerintah menjadi nol persen bagi pembelian mobil baru akan berlaku mulai Maret mendatang. Karena kebijakan tersebut telah ditandatangan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
 
Kebijakan tersebut tidak terlepas dari pandemi Covid-19 sehingga perlu adanya pemulihan ekonomi dengan memberikan stimulus berupa relaksasi.
 
Relaksasi tersebut berbentuk keringanan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang berlaku secara bertahap mulai 1 Maret 2021.
 
Namun insentif tidak diberikan ke seluruh produk otomotif melainkan segmen tertentu.
 
Mobil dengan kubikasi mesin kurang dari 1.500 cc dan berpenggerak dua roda alias 4×2, termasuk sedan, yang kandungan lokalnya mencapai 70%.
 
Sementara, saat ini pengenaan PPnBM terhadap produk otomotif ialah berdasarkan kubikasi mesin dan jenis kendaraan, yakni 10% untuk mobil penumpang selain sedan dengan sistem 1 gardan berkubikasi 1.500 cc.
 
Jika pajak mobil baru dihilangkan, maka harga mobil dari diler bisa turun hingga 40 persen.
 
Berikut ini perkiraan harga jika pajak mobil baru 0 persen diberlakukan seperti dikutip  dari Galamedia News dengan judul “Pajak Mobil Baru 0 Persen, Toyota New Agya di Bawah Rp100 Juta, Avanza Hanya Rp130 Jutaan.”
 
New Agya
 
1.2 G A/T 161.640.000 menjadi 96.984.000
 
1.2 G A/T TRD 169.290.000 menjadi 101.574.000
 
NEW 1.0 G M/T 143.800.000 menjadi 86.280.000
 
1.2 G M/T STD 148.100.000 menjadi 88.860.000
 
1.2 G A/T STD 161.640.000 menjadi 96.984.000
 
1.2 G M/T TRD 153.445.000 menjadi 92.067.000
 
1.2 G A/T TRD 169.290.000 menjadi 101.574.000
 
 Harga sebelum dipotong pajak diambil dari situs resmi Toyota, Jumat 12 Februari 2021.* source

Bulan Depan Beli Mobil Baru PPnBM 0%, Ini Alasan Pemerintah!

 
 
Petugas melakukan pengecekan fisik kendaraan sebelum di kirimkan ke pelanggan di Dealer Honda Sawangan, Depok, Jawa Barat (17/9/2020). Kementerian Perindustrian mengusulkan relaksasi pajak pembelian mobil baru sebesar 0 persen atau pemangkasan pajak kendaraan bermotor (PKB). (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto) Foto: Ilustrasi Penjualan Mobil Baru (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
 
 

Suara Kaltim, Jakarta – Pemerintah akhirnya melakukan relaksasi Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sektor otomotif selama tahun 2021 khusus mobil di bawah 1500 cc. 

 

Hal ini bagian dari revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 2019 merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menurunkan Emisi Gas Buang yang bersumber dari kendaraan bermotor. 

“Perubahan PP ini diharapkan dapat mendorong peningkatan pendapatan pemerintah, menurunkan emisi gas buang, dan meningkatkan pertumbuhan industri kendaraan bermotor nasional. Revisi PP 73/2019 ini akan mengakselerasi pengurangan emisi karbon yang diperkirakan akan mencapai 4,6 juta ton CO2 pada tahun 2035,” ungkap Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam pernyataan resminya, Kamis (11/2).

Airlangga mengatakan, relaksasi akan dilakukan secara bertahap. Relaksasi PPnBM dilakukan sepanjang tahun 2021, dengan skenario PPnBM 0% (Maret-Mei), PPnBM 50% (Juni-Agustus), dan 25% (September-November) dari ketentuan sebelumnya.

PPnBMFoto: PPnBM
PPnBM

Dengan skenario relaksasi PPnBM dilakukan secara bertahap, maka diperhitungkan dapat terjadi peningkatan produksi yang akan mencapai 81.752 unit. Adanya
relaksasi ini, estimasi terhadap penambahan output industri otomotif akan dapat
menyumbangkan pemasukan negara sebesar Rp1,4 triliun.

“Kebijakan tersebut juga akan berpengaruh pada pendapatan negara yang diproyeksi terjadi surplus penerimaan sebesar Rp1,62 triliun,” ungkap Menko Airlangga.

Pulihnya produksi dan penjualan industri otomotif akan membawa dampak yang luas bagi sektor industri lainnya. Airlangga menambahkan, dalam menjalankan bisnisnya, industri otomotif dinilai memiliki keterkaitan dengan industri lainnya (industri pendukung), di mana industri bahan baku berkontribusi sekitar 59% dalam industri otomotif.

“Industri pendukung otomotif sendiri menyumbang lebih dari 1,5 juta orang dan kontribusi PDB sebesar Rp700 triliun,” ujar Airlangga.

Industri otomotif juga merupakan industri padat karya, saat ini, lebih dari 1,5 juta orang bekerja di industri otomotif yang terdiri dari lima sektor, yaitu pelaku industri tier II dan tier III (terdiri dari 1000 perusahaan dengan 210.000 pekerja), pelaku industri tier I (terdiri dari 550 perusahaan dengan 220.000 pekerja), perakitan (22 perusahaan dan dengan 75.000 pekerja), dealer dan bengkel resmi (14.000 perusahaan dengan 400.000 pekerja), serta dealer dan bengkel tidak resmi (42.000 perusahaan dengan 595.000 pekerja).

Di samping itu, skema pajak PPnBM berbasis flexy engine (FE) dan CO2 berdasarkan PP 73/2019 akan mampu mendorong pertumbuhan kendaraan rendah emisi dengan memberikan gap pajak yang cukup dengan kendaraan konvensional, sekaligus meminimalkan penurunan industri lokal (teknologi konvensional) dengan menetapkan kisaran pajak sesuai daya beli masyarakat.

Industri pendukung kendaraan listrik juga akan mengalami kenaikan dan diharapkan pada tahun 2025 produksi kendaraan listrik nasional untuk roda 4 dapat mencapai 20% dari kapasitas produksi atau mencapai 400.000 kendaraan.

Airlangga menjelaskan, usulan perubahan PP 73/2019 mempertimbangkan infrastruktur dari industri otomotif nasional, sehingga perlu dilakukan peningkatan secara gradual, yang nantinya dapat dievaluasi kembali melihat peningkatan dari infrastruktur kendaraan listrik dan kondisi industri otomotif nasional.

“Usulan perubahan PP 73/2019 akan memberikan dampak positif, di antaranya Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai atau BEV menjadi satu satunya yang mendapatkan preferensi maksimal PPnBM 0%. Selain itu, usulan tarif PPnBM untuk PHEV sebesar 5% sejalan dengan prinsip semakin tinggi emisi CO2, maka tarif PPnBM semakin tinggi nilai PPnBM-nya,” katanya.

Harmonisasi skema PPnBM ini sekaligus memberikan insentif produksi kendaraan listrik di Tanah Air semakin lebih atraktif, hal ini tidak terlepas dari selisih pajak yang cukup preferable dengan teknologi kendaraan lainnya. CNBCIndonesia

Ini kriteria mobil baru yang dapat insentif pajak nol persen

Ini kriteria mobil baru yang dapat insentif pajak nol persen
ILUSTRASI. Sebagai upaya pemulihan ekonomi nasional (PEN) di tengah pandemi virus corona alias Covid-19, Pemerintah RI memutuskan untuk memberikan insentif terhadap industri otomotif dalam negeri. KONTAN/Baihaki/19/10/2020

 

Suara Kaltim, Jakarta – Sebagai upaya pemulihan ekonomi nasional (PEN) di tengah pandemi virus corona alias Covid-19, Pemerintah RI memutuskan untuk memberikan insentif terhadap industri otomotif dalam negeri. Relaksasi tersebut berbentuk keringanan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang berlaku secara bertahap mulai 1 Maret 2021. 

Hal ini diharapkan mampu merangsang daya beli masyarakat sehingga produksi manufaktur otomotif bisa bisa mencapai 81.752 unit secara bertahap atau senilai Rp 1,4 triliun sebagai pemasukan negara. 

Hanya saja, insentif tidak diberikan ke seluruh produk otomotif melainkan segmen tertentu, yakni mobil dengan kubikasi mesin kurang dari 1.500 cc dan berpenggerak dua roda alias 4×2, termasuk sedan, yang kandungan lokalnya mencapai 70%. 

“Melalui langkah ini diharapkan konsumsi masyarakat berpenghasilan menengah atas dan utilisasi industri otomotif akan meningkat sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama 2021,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan resmi, Kamis (11/2/2021). 

Maka, secara umum harga dari low cost green car (LCGC) atau mobil murah bakal semakin terjangkau. Sementara, kendaraan keluarga 7-penumpang hanya sebagian, seperti Toyota Avanza, Daihatsu Xenia, Mitsubishi Xpander, Nissan Livina, Honda Mobilio, Suzuki Ertiga, dan Wuling Confero. 

Adapun tahapan insentif ini berlangsung tiga kali dengan masing-masing berdurasi selama tiga bulan. 

Rinciannya, tahap pertama insentif PPnBM sebesar 100% dari tarif. Kemudian, PPnBM sebesar 50% dari tarif di tahap kedua dan insentif PPnBM 25% dari tarif pada tahap ketiga atau terakhir. 

Airlangga berharap, relaksasi tersebut bisa didukung oleh instansi yang bersangkutan seperti OJK agar uang muka kendraan bermotor bisa nol persen dari bank dan perusahaan pembiayaan.

Instrumen kebijakan akan menggunakan PPnBM DTP (ditanggung pemerintah) melalui revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yang ditargetkan mulai berlaku pada 1 Maret 2021. 

Sementara, saat ini pengenaan PPnBM terhadap produk otomotif ialah berdasarkan kubikasi mesin dan jenis kendaraan, yakni 10% untuk mobil penumpang selain sedan dengan sistem 1 gardan berkubikasi 1.500 cc.

Lalu, tarif PPnBM 20% bagi mobil berkubikasi mesin 1.500 cc sampai 2.500 cc. Untuk sedan atau station wagon berkubikasi mesin 1.500 cc pengenaannya sebesar 30%. Pada sedan berkubikasi mesin 1.500 cc sampai 3.000 cc pengenaan tarif PPnBM-nya ialah 40%. 

Tarif PPnBM paling mahal dikenakan untuk mobil berkubikasi mesin lebih dari 3.000 cc, yaitu 125%. 

Kendati demikian, ketentuan uang muka pembelian mobil berwawasan lingkungan nol persen masih berlaku. Hal ini tercantum di Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 22/13/PBI/2020 tentang Perubahan Kedua atas PBI No. 20/8/2018 tentang Rasio LTV untuk Kredit Properti, Rasio FTV untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor (PBI LTV/FTV dan Uang Muka).

Kendaraan bermotor berwawasan lingkungan sendiri, seperti dikutip dari lembar frequently asked questions (FAQ) Bank Indonesia, adalah kendaraan bermotor listrik berbasis baterai sebagaimana dimaksud dalam Perpes 55/2019. 

Menurut data Kementerian Perindustrian, sektor otomotif merupakan industri padat karya yang memiliki lebih dari 1,5 juta pekerja. Jumlah tersebut tersebar ke lima sektor yakni pelaku industri tier II dan tier III terdiri dari 1.000 perusahaan dengan 210.000 pekerja. 

Kemudian, pelaku industri tier I terdiri dari 550 perusahaan dengan 220.000 pekerja, perakitan sebanyak 22 perusahaan dan dengan 75.000 pekerja, dealer dan bengkel resmi 14.000 perusahaan dengan 400.000 pekerja, serta dealer dan bengkel tidak resmi 42.000 perusahaan dengan 595.000 pekerja. kompas

 

Related Post