Membuka Tabir Kegaiban Salat

Kamis, 19 Juli 2018 | 6:38 am | 372 Views |
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
                                                                     

RAHASIA SHALAT MENURUT IMAM AL-GHAZALI

www.suarakaltim.com– Salah satu kitab yang mengulas panjang lebar tentang rahasia salat adalah Kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali pada bab Asrarus-Shalah wa Muhimmatuha. Kitab inilah salah satu dasar pengajaran tentang teknik shalat khusyusuk yang diajarkan ulama Nusantara dari zaman ke zaman. Para wali menjadikan kitab ini sebagai rujukan utama dalam menanamkan kedalaman makna batin dalam salat sesuai ilmu syariat dan hakikat.
 
Menurut Imam Al-Ghazali—dengan mengutip ulama dahulu—mengatakan: “Perumpamaan seorang yang shalat adalah seperti seorang pedagang; tidak akan memperoleh laba, kecuali dia menyediakan modal untuk dagangannya itu. Demikian pula, seseorang yang mengerjakan shalat, tidak akan diterima dari shalat sunnahnya, sampai dia melaksanakan shalat fardhunya.” Sungguh, waktu shalat adalah panggilan jiwa yang harus dipersiapkan. Ini adalah waktu khusus yang diberikan oleh Allah kepada kaum beriman untuk menghadap-Nya, berkomunikasi dengan-Nya, bermunajat kepada-Nya.
Pernah diriwayatkan bahwa Sayyidna Ali bin Abi Thalib r.a. ketika tiba saat shalat, tubuhnya gemetar dan wajahnya berubah. Ketika ditanyakan mengenai hal itu, dia menjawab: “Telah tiba waktu untuk melaksanakan amanat yang ditawarkan oleh Allah pada langit, bumi dan gunung-gunung. Mereka semua menolaknya karena khawatir tidak mampu memikulnya, tetapi kini aku memikulnya.”
 
Sayyidna Ali bin Abi Thalib r.a. ingin mengajarkan kepada kita betapa besarnya nilai ibadah shalat, sebab ia merupakan amanat terbesar yang harus dipikul sebagai hamba. Melalui shalat diri manusia menerima kekhilafahannya di dunia. Sayyidina Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali r.a., ketika selesai wudhu wajahnya berubah menjadi pucat pasi.
 
Pernah suatu ketika keluarganya menanyakan hal tersebut kepadanya, “Mengapa engkau seperti itu ketika selesai wudhu?” dia menjawab, “Tidakkah kalian tahu di hadapan siapa aku akan berdiri?”
 
Sungguh, shalat adalah media pertemuan dengan Allah yang telah ditetapkan waktunya secara khusus. Shalat bagi hamba tertentu menjadi komunikasi rahasia tersendiri. Karenanya, bagi orang-orang tertentu merasa tak cukup untuk shalat berjamaah pada waktu shalat fardhu, dia akan menambah pertemuannya dengan Allah dengan memperbanyak shalat sunnah di waktu kesendiriannya, waktu yang sepi, waktu yang khusus antara dia dan Rabbnya. Shalatnya hanya ingin diketahui oleh Allah, malaikat, rasul dan hamba-hamba-Nya shaleh yang telah berada di alam barzakh. Secara sadar, orang jenis ini memahami dimensi barzakh yang dimasukinya di masa shalat. Sa’id bin Musayyab mengatakan, “Barangsiapa yang shalat di tempat yang sepi, maka malaikat akan berdiri shalat di samping kanannya dan di samping kirinya. Jika dia (sebelum shalat) menyerukan azan dan iqamat, maka akan bershalat di belakangnya malaikat yang banyak jumlahnya.”
 
Shalat adalah waktu terbayarnya kerinduan seorang hamba kepada Sang Mahacinta; Allah SWT. Shalat adalah perjumpaan dengan Allah. Rasulullah SAW bersabda, “Tak satu pun perangai manusia lebih disukai Allah daripada seseorang yang sangat ingin berjumpa dengan-Nya, dan tak ada saat bagi seseorang untuk lebih dekat kepada Allah daripada ketika dia bergerak menuju sujud.” (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Nasa’i)
 
Rasulullah SAW juga bersabda, “Saat seseorang sedang bersujud adalah saat paling dekat kepada Allah. Maka, perbanyaklah doa oleh kalian di waktu itu.” (HR Muslim)
Imam Al-Ghazali meriwayatkan sebuah hadis dari Abdullah bin Abbas, menurutnya Nabi Dawud a.s. dalam munajatnya bertanya-tanya, “Wahai Tuhanku, siapakan yang dapat menghuni rumah-Mu, dan shalat siapakah yang Engkau terima?”
 
Lalu, Allah SWT pun menurunkan wahyu kepadanya: “Wahai Dawud, sesungguhnya orang yang menghuni rumah-Ku dan Ku-terima shalatnya adalah orang yang merendahkan hatinya demi keagungan-Ku, melewatkan harinya dalam berdzikir kepada-Ku, mencegah dirinya dari nafsu syahwat demi menghormati-Ku, memberi makan orang yang lapar, menjamu perantau, dan mengasihani orang yang sakit. Orang seperti itulah yang cahayanya bersinar di langit dan bumi. Jika dia berdoa kepada-Ku, niscaya Aku mengabulkan doanya, dan jika dia memohon dari-Ku, niscaya Aku memenuhinya. Aku akan menjadikan kebijakan dalam kejahilannya, ingat kepada-Ku dalam kelalaiannya, dan cahaya dalam kegelapannya. Perumpamaan orang itu, di antara manusia lainnya adalah seperti Taman Firdaus di Puncak Surga, yang tak akan kering sungainya dan tak akan membusuk bebuahannya.”
 
–Disarikan dari Kitab Asrar Ash-Shalah wa Muhimmatuha, kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali.

Related Post