LINK Minta KPK Kembangkan Kasus Suap Proyek Jalan di Kaltim

Kamis, 17 Oktober 2019 | 7:49 pm | 391 Views |
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
                                                                     

”Bisa jadi diduga praktek suap sudah lama terjadi dan  bukan hanya satu proyek itu saja yang disuap. Semoga penyidik KPK bisa mengungkap secara tuntas terkait proyek proyek lainnya”

JAKARTA, SUARAKALTIM.COMLembaga Informasi Kerakyatan (LINK) memuji kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang berhasil membongkar  suap proyek pengadaan  jalan di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2018-2019 . LINK meminta KPK untuk mengembangkan kasus suap proyek pengadaan jalan di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2018-2019 ke  proyek-proyek besar lainnya yang ditangani pejabat dan kontraktor tersebut.  Karena bisa jadi bukan hanya satu kali dan satu proyek itu saja. 

”Kami berharap jajaran penyidik KPK bisa membongkar dan mengembangkan kasus suap proyek ini.  Mungkin saja ini sudah lama terjadi, dan bukan rahasia umum lagi di kalangan kontraktor untuk mendapatkan proyek tidak ada yang gratis.  KPK mempunyai perangkat dan keleluasaan untuk mengusut itu,” ujar Direktur LINK Akhmad Zailani kepada media ini terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Kaltim proyek pengadaan jalan Samarinda-Bontang, Kamis (17/10/2019) kemarin.

LINK yakin, kemampuan jajaran KPK  yang tidak kalah dari cara  polisi ketika menangkap penjahat,  misalnya maling,  dengan mengetahui sudah berapa kali melakukan dan di mana saja, selain barang curian disita.

”Paling tidak ini  sebagai efek jera dan upaya pencegahan juga agar pejabat lainnya menjadi takut untuk melakukan praktek suap serupa. Mudahan tidak takut sementara atau bisa jadi makin berhat-hati agar tidak ketahuan. Karena bisa jadi selanjutnya, praktek suap masih ada dan terjadi,  cuma pejabat dan kontraktornya lebih berhati-hati saja, ‘ ujar Akhmad Zailani.

Akhmad Zailani juga meminta KPK menindak-lanjuti laporan masyarakat terkait kasus korupsi yang lainnya, khususnya yang terjadi di Kaltim.

 

Seperti diketahui :

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah XII Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR Refly Ruddy Tangkere bersama dua orang lainnya yang telah ditetapkan sebagai tersangka suap terkait pengadaan proyek jalan di Provinsi Kalimantan Timur tahun 2018-2019.

Dua tersangka lainnya, yaitu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional XII Balikpapan Andi Tejo Sukmono (ATS) dan Direktur PT Harlis Tata Tahta (HTT) Hartoyo (HTY).

“Ditahan selama 20 hari pertama,” ucap Plh Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (17/10/2019).

Tersangka Refly ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Timur, Andi di Rutan Polres Metro Jakarta Selatan, dan Hartoyo di Rutan Polres Metro Jakarta Pusat.

Dalam konstruksi perkara disebut Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Provinsi Kalimantan Timur mengadakan Pekerjaan Preservasi, Rekonstruksi Sp.3 Lempake-Sp.3 Sambera-Santan-Bontang-Dalam Kota Bontang-Sangatta dengan anggaran tahun jamak 2018-2019.

“Nilai kontraknya adalah sebesar Rp 155,5 miliar,” ungkap Ketua KPK Agus Rahardjo saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/10) malam.

Ia menyatakan PT HTT milik Hartoyo adalah pemenang lelang untuk proyek tahun jamak tersebut.

“Dalam proses pengadaan proyek, HTY diduga memiliki kesepakatan untuk memberikan “commitment fee” kepada RRT selaku Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional XII Balikpapan dan ATS selaku Pejabat Pembuat Komitmen pada Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Provinsi Kaltim,” ujar Agus.

Adapun “commitment fee” yang diduga disepakati adalah sebesar total 6,5 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi pajak.

“Commitment fee” tersebut diduga diterima RTU dan ATS melalui setoran uang setiap bulan dari HTY baik secara tunai maupun transfer,” kata Agus.

Refly diduga menerima uang tunai dari Hartoyo sebanyak delapan kali dengan besaran masing-masing pemberian uang sekitar Rp 200-Rp 300 juta dengan jumlah total sekitar Rp 2,1 miliar terkait dengan pembagian proyek-proyek yang diterima oleh Hartoyo.

“ATS diduga menerima setoran uang dari HTY dalam bentuk transfer setiap bulan melalui rekening atas nama BSA. Rekening tersebut diduga sengaja dibuat untuk digunakan ATS menerima setoran uang dari HTY,” tuturnya.

Andi juga menguasai buku tabungan dan kartu ATM rekening tersebut serta mendaftarkan nomor teleponnya sebagai akun “sms banking”.

Rekening tersebut dibuka pada 3 Agustus 2019 dan menerima transfer dana pertama kali dari Hartoyo pada 28 Agustus 2019, yaitu sebelum PT HTT diumumkan sebagai pemenang lelang pekerjaan pada tanggal 14 September 2019 dan menandatangani kontrak pada 26 September 2019.

“Rekening tersebut menerima transfer uang dari HTY dengan nilai total Rp 1,59 miliar dan telah digunakan untuk kepentingan pribadinya sebesar Rp 630 juta. Selain itu, Andi juga beberapa kali menerima pemberian uang tunai dari HTY sebesar total Rp 3,25 miliar,” ungkap Agus.

Uang yang diterima oleh Andi dari Hartoyo tersebut salah satunya merupakan sebagai pemberian “gaji” sebagai PPK proyek pekerjaan yang dimenangkan oleh PT HTT.

“Gaji” tersebut diberikan kepada ATS sebesar Rp 250 juta setiap kali ada pencairan uang pembayaran proyek kepada PT HTT. Setiap pengeluaran PT HTT untuk gaji PPK tersebut dicatatkan oleh ROS Staf Keuangan PT HTT dalam laporan perusahaan,” ujar Agus. (Antara)

Related Post