Jakarta, Suara Kaltim – Kuasa hukum enam laskar pengawal Habib Rizieq Shihab (HRS) yang ditembak mati oleh Polisi menolak hasil rekonstruksi yang dilakukan Polri.
Hal itu disampaikan oleh Kuasa hukum enam korban, Munarman menanggapi perkembangan penanganan kasus pembantaian enam laskar Front Pembela Islam.
“Perkembangan penanganan kasus pembantaian 6 syuhada warga negara Indonesia yang makin menunjukkan rangkaian drama komedi yang garing,” ujar Munarman kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (15/12).
Sehingga kata Munarman, pihaknya menolak penanganan perkara dan rekonstruksi atau reka ulang adegan versi Polri.
“Kami menolak penangangan perkara dan rekonstruksi atau reka ulang atas tragedi pembunuhan dan pembantaian terhadap 6 syuhada anggota Laskar FPI dilakukan oleh pihak Kepolisian,” katanya.
“Tragedi pembunuhan dan pembantaian terhadap 6 syuhada anggota Laskar FPI karena merupakan peristiwa pelanggaran HAM berat,” pungkasnya.
Munarman: Setop Posisikan 6 Laskar FPI Sebagai Pelaku, Mereka Pengabdi Pada Gurunya
Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum enam laskar Front Pembela Islam (FPI), Munarman menanggapi perkembangan perkara yang dianggap sebagai pembantaian terhadap 6 syuhada.
“Kami meminta kepada semua pihak untuk menghentikan spiral kekerasan terhadap 6 syuhada anggota Laskar Pembela Islam,” ujar Munarman kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (15/12).
Karena kata Munarman, keenam korban penembakan oleh Polisi tersebut merupakan pemuda lugu yang mengabdi kepada gurunya.
Tujuannya untuk menjaga keselamatan gurunya, yaitu Habib Rizieq serta berkhidmat untuk agama.
“Jadi jangan sampai keenam syuhada tersebut menjadi korban dari spiral kekerasan, yaitu secara berulang-ulang dan terus-menerus menjadi korban kekerasan,” jelas Munarman.
“Dan berlanjut lagi dengan kekerasan struktural yaitu berupa berbagai upaya rekayasa terhadap kasus mereka,” pungkasnya.
Munarman: Enam Laskar FPI Adalah Korban, Sesuai Hukum Acara Pidana Kasus Tidak Bisa Dijalankan
Kuasa hukum enam laskar FPI, Munarman/Net
Menurut Munarman, penanganan perkara yang dilakukan pihak Kepolisian dengan menggunakan ketentuan pasal 170 KUHP juncto pasal 1 ayat 1 dan ayat 2 UU Darurat 12/1951 dan atau pasal 214 KUHP dan atau pasal 216 KUHP adalah tidak tepat.
“Tidak tepat, karena justru menjadikan 6 syuhada anggota Laskar FPI tersebut adalah sebagai pelaku, yang sejatinya mereka adalah sebagai korban,” ujar Munarman kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (15/12).
Munarman pun menyoroti hukum acara pidana yang dianggapnya ketika tersangka meninggal dunia, maka penanganan perkara tidak bisa dilanjutkan.
“Janganlah kita bodohi rakyat Indonesia dengan drama komedi yang tidak lucu lagi,” pungkasnya. rmol