Sufi Melaksanakan Salat
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَىُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ قَالَ « الصَّلاَةُ لِوَقْتِهَا ». قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَىٌّ قَالَ « بِرُّ الْوَالِدَيْنِ ». قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَىٌّ قَالَ « الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ».
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan apakah yang paling afdhol?” Jawab beliau, “Shalat pada waktunya.” Lalu aku bertanya lagi, “Terus apa?” “Berbakti pada orang tua“, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Lalu apa lagi”, aku bertanya kembali. “Jihad di jalan Allah“, jawab beliau. (HR. Bukhari no. 7534 dan Muslim no. 85)
“Amal pertama yang dihisab dari seorang hamba di hari kiamat adalah salat. Dan barangsiapa yang baik (diterima) salatnya, maka baik (diterima) pula segala amalan yang lain, dan barangsiapa yang rusak (ditolak) salatnya, maka rusak (ditolak) pula segala amalan lainnya” (HR Thabarani).
Sudahkah salat dengan tata cara yang benar? Pertanyaan ini hanya bisa dijawab “Ya”, apabila anda sudah pernah melihat cara salat Nabi, sebagaimana sabdanya : “Shalatlah engkau sebagaimana engkau MELIHAT AKU SHALAT” – (HR Bukhari, Muslim, Ahmad).
Hukum Khusyu dalam Salat ?
Secara bahasa, kata khusyu’ (خشوع) berasal dari kata khasya’a (خشع) yang artinya adalah as-sukun (السكون) : tenang dan at-tadzallul (التذلل) : menunduk karena merasa hina. Disebutkan dalam Al-Quran :
خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ ذَلِكَ الْيَوْمُ الَّذِي كَانُوا يُوعَدُونَ
Dalam keadaan mereka menundukkan pandangannya (serta) diliputi kehinaan. Itulah hari yang dahulunya diancamkan kepada mereka. (QS. Al-Ma’arij : 44)
Al-Qurthubi mengatakan bahwa khusyu’ adalah :
هَيْئَة فيِ النَّفْسِ يَظْهَرُ مِنْهاَ فيِ الجَوَارِحِ سُكُون وَتَوَاضُع
Keadaan di dalam jiwa yang nampak pada anggota badan dalam bentuk ketenangan dan kerendahan. Qatadah mengatakan tentang khusyu’ :
الخُشُوعُ فيِ القَلْبِ هُوُ الخَوْفُ وَغَضُّ البَصَرِ فيِ الصَّلاَةِ
Khsuyu’ di dalam hati adalah rasa takut dan menahan pandangan dalam shalat.
Jumhur ulama telah sepakat bahwa khusyu’ dalam shalat tidak termasuk rukun atau pun wajib. Khusyu’ dalam shalat hanya termasuk sunnah saja. Tidak sampai kepada derajat wajib apalagi rukun.
Apabila seseorang shalat dengan tidak khusyu’, tidak membuat shalatnya rusak atau batal. Sebab khusyu’ bukan termasuk perkara rukun atau kewajiban shalat.
Dalilnya adalah hadits beliau SAW ini :
عَنْ أَبيِ هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ رَأَى رَجُلاً يَبْعَثُ بِلِحْيَتِهِ فيِ الصَّلاَةِ فَقَالَ : لَوْ خَشَعَ قَلْبُ هَذَالَخَشَعَتْ جَوَارِحُهُ
Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Nabi SAW melihat seseorang memainkan jenggotnya ketika shalat. Maka beliau berujar,”Seandainya hatinya khusyu’ maka khusyu’ pula anggota badannya. (HR. At-Tirmizy)
Salat Khusyu’ Ciri Orang Beriman ?
Di dalam surat Al-Mu’minun disebutkan beberapa ciri orang beriman. Salah satunya adalah apabila shalat, maka shalatnya itu khusyu’. Kutipannya sebagai berikut:
Telah beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu mereka yang di dalam shalatnya khusyu’. (QS. Al-Mu’minun: 1-2)
Apabila kita buka kitab tasfir untuk mengetahui apa latar belakang turunnya ayat ini, kita dapati bahwa Rasulullah SAW dan beberapa shahabat sebelumnya pernah melakukan gerakan tertentu di dalam shalatnya, lalu diarahkan agar tidak lagi melakukannya. Bentuk arahannya adalah menerapkan shalat yang khusyu’.
Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa dahulu Rasulullah SAW bila shalat mengarahkan pandangannya ke langit. Maka turunlah ayat: yaitu orang yang di dalam shalatnya khusyu’. Maka beliau menundukkan pandangannya. (HR. Al-Hakim)
Ibnu Maradawaih meriwayatkan bahwa sebelumnya beliau SAW menoleh saat shalat. Saad bin Manshur dari Abi Sirin meriwayatkan secara mursal bahwa beliau SAW sebelumnya shalat dengan memejamkan mata, lalu turunlah ayat ini. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dengan mursal bahwa para shahabat dahulu pernah shalat dengan memandang ke langit. lalu turunlah ayat ini.
Lihat tafsir Al-Baidhawi halaman 451 dan Tasfir Al-Munir oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili jilid 18 halaman 10.
Makna Saalat Ala Sufi ?
1.Al-Hujwiri: Saalat mengandung seluruh tahapan perjalanan menujuTuhan, dari pertama hingga akhir, yang di dalamnya semua maqâmat (stasiun-stasiun spiritual) terungkap. Bagi para sufi, wudhu bermakna tobat, menghadapkiblat bermakna kebergantungan kepada seorang pembimbing spiritual, berdiridalam shalat bermakna kediaman-diri, membaca ayat-ayat Al- Quran (dalamshalat) bermakna perenungan batin (zikir), ruku‘ bermakna kerendahhatian,sujud bermakna pengetahuan diri, membaca syahadat bermakna kemesraandengan Tuhan (uns), dan salam bermakna pemisahan diri dari dunia dan“melepaskan diri” dari ikatan “stasiun-stasiun” (maqâmat).
2.Ibn ‘Arabi: Saalat adalah puncak pertemuan antara Tuhan dan hamba,yang melaluinya seorang manusia—yang memiliki penglihatan batin (dhû bashar)—dapat “melihat Tuhan”. Sha- lat berarti penyaksian (musyâhadah) dan penglihatan(visiun, ru’yah) akan Allah.
3.Abu Thalib Al-Makki: Bagi orang yang mengenal Allah (‘ârif), setiapucapan dalam shalat mengarah pada sepuluh ting- katan (maqâm) dan penyaksian(musyâhadah) kepada Allah, yaitu: (1) mengimani (îmân), (2) berserah diri (islâm),(3) ber- tobat (taubah), (4) bersabar (shabr), (5) ridha (ridhâ), (6) takut (khauf ), (7)berharap (rajâ’), (8) bersyukur (syukr), (9) men- cintai (mahabbah), dan (10)bertawakal kepada-Nya (tawak- kul). Kesepuluh makna ini merupakan tingkatan-tingkatan keyakinan.
4.Jalaluddin Rumi: Saalat adalah simbol seluruh kehidupan seseorang.Lewat shalat, kita mendapatkan cahaya petunjuk yang akan membimbingkehidupan kita. Shalat adalah juga percakapan paling dalam dan mesra antarapencinta dan yang dicinta.
5.Imam Al-Ghazali: Salat memancarkan cahaya-cahaya di dalam hati, yangselanjutnya akan merupakan kunci bagi ilmu- ilmu mukasyafah, yang melaluinyaterbuka pintu-pintu langit bagi si hamba yang sedang shalat serta dihadapinya iaoleh Allah Swt. dengan wajah-Nya.
Ibn Al-Qayim Al-Jawziyah: Sebagaimana buah puasa adalah penyucianjiwa, buah zakat adalah penyucian harta, buah haji adalah jaminan ampunan, buahjihad adalah penye- rahan diri kepada-Nya—yang semuanya diberikan Allah Swt. untuk hamba-Nya dengan surga sebagai imbalannya—maka buah shalat adalahmenghadapnya hamba kepada Allah dan menghadapnya Allah kepada hamba.Dalam menghadap Allah terdapat semua buah amal perbuatan yang tersebutsebelum- nya, dan semua buah amal perbuatan itu menghadap kepada Allah didalam shalat.
6.Syah Waliyullah Al-Dihlawi: Shalat adalah induk amal, obat penyembuh(ma’jûn). Shalat juga merupakan sebab besar bagi timbulnya cinta Allah danrahmat-Nya. Jika shalat telah menyatu dalam diri seseorang, ia akan lebur dalamcahaya Allah, dan dosa-dosanya pun diampuni. Ia pun akan terhindar dari bencana-bencana yang disebabkan oleh kebiasaan (buruk). Shalat merupakan cara palingutama untuk melatih jiwa rendah agar tunduk kepada akal dan mengikutikeputusannya.
7.Ibn Sina: Shalat adalah menghadapnya hamba kepada Pemeliharasegenap yang ada dan Penguasa semua makhluk penyaksian Al-Haqq, dengankalbu yang bening dan jiwa suci yang terbebas dari segala hasrat (duniawi). Iamerupakan per- wujudan (manifestasi) kerinduan, ketundukan, dan rintihan tubuhpartikular yang terbatas dan hina ini kepada Pemelihara segenap yang ada danPenguasa semua makhluk. Ibadah sha- lat merupakan simulasi/penyerupaan(terhadap alam semesta), untuk menyerupakan (perilaku) raga dengan ruh,dalam kepatuhan kepada Sang Pencipta yang Mahatinggi. Dia me- nyuruhmanusia untuk meniru shalat-akalnya dengan gerakan badaniahnya.
7.Ayatullah Khomeini: Waktu-waktu shalat adalah saat-saat munajat dantempat perjumpaan dengan Al-Haqq, saat-saat hamba hadir di haribaan Suci dandi hadapan Hadhrat yang agung. Dan bahwa Al-Haqq Ta‘âlâ, Sang Penguasa yangMaha- agung, pada saat-saat tertentu memanggil hamba-Nya yang lemah, yangtidak memiliki apa-apa, untuk bermunajat kepada-Nya, dan mengizinkannya masukke tempat kehormatan, agar dia mendapatkan kebahagiaan abadi dan kesenangankekal. Karena shalat merupakan jamuan ruhani yang telah dihidang- kan oleh keduaTangan Keindahan dan Keagungan Al-Haqq. Demikian pula, shalat adalah ibadahyang paling menyeluruh dan lengkap di antara semua ibadah lainnya.
8.Muhammad Iqbal: Sembahyang yang berakhir dengan pencerahanruhaniah, adalah cara untuk mencapai pengetahuan tentang, dan hubungan yanglebih intim, dengan Tuhan…. sembahyang secara individual atau secara bersama-sama (juga) merupakan suatu pernyataan kerinduan batin manusia untukmendapatkan jawaban dalam alam semesta yang sunyi- senyap ini MurtadhaMuthahhari: Beribadah kepada Tuhan adalah sebuah latihan atau programpendidikan dalam Islam. Shalat mengajari manusia untuk mengingat Tuhan,setidaknya pada saat shalat itu berlangsung. Semakin dia mengingat Tuhan,semakin dia memerhatikan keadilan, kebajikan, dan hak orang lain dalammasyarakat …. Dalam Islam, kehidupan ukh- rawi dipraktikkan di dunia ini dankehidupan duniawi juga dipraktikkan dalam konteks kehidupan ukhrawi. (disarikan dari buku “buat apa sholat)
Sumber:1.Al-Qur’an Hadits 2.http://kang-fauz.blogspot.com3.http://www.rumahfiqih.com
JAKARTA 6/3/.2015