Begini Cara Fahri Hamzah Dapat Izin Ekspor Benih Lobster 2 Hari Sebelum Kebijakan Keluar

Jumat, 27 November 2020 | 11:40 am | 85 Views |
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
                                                                     

Foto : Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengundang mantan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah dalam acara “Ngompol” di akun Youtube Bamsoet Channel. – Antara\\r\\n

Fahri mengaku mengurus izin sudah dari jauh-jauh hari mengingat kebijakan pemerintah bersifat terbuka

 
Fadli Zon (kanan) dan Fahri Hamzah (kiri) memberi keterangan pers seusai menerima penghargaan Bintang Mahaputera Nararya dari Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Kamis (13/8/2020)  -  Youtube Setpres

Fadli Zon (kanan) dan Fahri Hamzah (kiri) memberi keterangan pers seusai menerima penghargaan Bintang Mahaputera Nararya dari Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Kamis (13/8/2020) – Youtube Setpres

Jakarta, Suara Kaltim – Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah akui dapat izin ekspor benih lobster dua hari sebelum kebijakan ekspor benih dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) keluar.

Farhi menyebut, perusahaannya PT Nusa Tenggara Budidaya, mendapat izin 2 Mei 2020, dua hari sebelum kebijakan ekspor benih Menteri KKP keluar.

Fahri mengaku mengurus izin sudah dari jauh-jauh hari mengingat kebijakan pemerintah bersifat terbuka, sehingga pelaku pasar sudah mempersiapkan diri, bahkan sebelum kebijakan keluar.

“Prosesnya ada 30 ceklis yang dinilai oleh pemerintah dari administrasi. Sebelum kita ajukan izin, kita harus punya nelayan binaan dibagi dua, nelayan penangkap dan nelayan budidaya. Kemudian, kita harus ada MoU dengan mereka, sebab di antaranya peraturan pemerintah supaya kita membeli dari nelayan di atas Rp5.000 terutama untuk benih pasir. Itu supaya nelayan dapat harga yang baik,” jelasnya dalam acara Mata Najwa, Rabu (25/11/2020).

Fahri juga menyebut bahwa dengan adanya kebijakan tersebut, banyak nelayan yang senang, karena langsung memberikan mereka penghidupan.

“Semua nelayan pesta dan senang dengan kebijakan ini karena memberkan mereka kehidupan,” lanjutnya.

Fahri mulai mengurus administrasinya mulai April, lalu Mei mulai beroperasi sambil mengurus perizinan dan verifikasi seluruh administrasi.

“Ada petugas ke lapangan juga di cek ada nelayannya apa tidak, ada kantornya atau tidak, koperasinya, kantor untuk penampungan, dan cek izin karantina itu secara detail. Izinnya keluar Juli dan kita harus mulai langsung belanja,” ujarnya.

Nelayan, menurut Fahri, tidak dirugikan karena menjual putus. Sementara itu, perusahaan milik Fahri malah rugi saat pengiriman benih pertama dan kedua, sehingga memutuskan menyetop operasi.

“[Benih] umurnya cuma 2-5 hari harus segera dikirim, kalau ubah warna harganya jatuh. Nelayan tidak ada rugi karena dia jual putus. Kami pengiriman pertama 16 Juli, rugi saya, lumayan buat pensiunan, pertama rugi Rp200 jutaan. Kemudian, kedua Rp180 jutaan. Saya bilang setop karena pasti ada masalah di tata kelolanya,” papar Fahri.

Selama mengajukan perizinan, Fahri mengatakan proses administrasinya transparan, rapatnya terbuka, dan dijalankan dengan baik.

Namun, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati mengatakan proses penetapan perusahaan sampai perusahaan bisa ekspor mencurigakan.

Pasalnya, setelah keputusan keran ekspor benih lobster dibuka, banyak perusahaan langsung berbondong-bondong mengajukan perizinan, bahkan langsung melakukan ekspor dalam waktu dekat.

“Kalau daam putusannya Dirjen Perikanan Tangkap KKP Nomor 51/2020 kan disebutkan yang diperbolehkan hanya 139.475.000 ekor per tahun. Sedangkan pada bulan Mei atau Juni sudah ada 26 perusahaan, termasuk perusahaan bang Fahri. Kalau satu perusahaan [ekspor] 20-25 juta benih, 26 perusahaan, total dalam satu tahun ekspor akan mencapai 600 juta, ini akan menyalahi apa yang sudah diputuskan,” jelasnya.

Susan mengatakan, yang menjadi sorotan dan luput dari pandangan banyak orang adalah bahwa ketika peraturan menteri tersebut keluar, perusahaan eksportir berbondong-bondong datang kepada basis nelayan dan menawarkan nelayan untuk melakukan penangkapan benih lobster.

“Ini terjadi di beberapa titik, alih profesi ini yang tidak disikapi,” terangnya.

Selain itu, ada syarat sebelum ekspor harus dibutkikan secara berkelanjutan dengan pelepasliaran lobster beberapa persen, menurutnya harusnya paling cepat dilakukan satu tahun. Sementara, perusahaan eksportir bisa langsung ekspor dalam hitungan bulan dari perizinan keluar.*

Fahri Hamzah: Banyak Pengusaha Mau Ekspor Benih Lobster karena Bego

Pengusaha yang berbondong-bondong mencari izin ekspor benih lobster karena tidak tahu akan merugi.
 

Jakarta, Suara Kaltim – Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan sempat melakukan kegiatan ekspor benih lobster. Namun, pada akhirnya usaha tersebut harus tutup, karena mengalami kerugian.

Oleh karena itu, Fahri, dalam acara Mata Najwa, Rabu (25/11/2020), mengatakan bahwa pengusaha yang berbondong-bondong mencari izin ekspor benih lobster karena tidak tahu akan merugi.

“Karena bego bahwa itu rugi,” kata Fahri.

Dia mengklaim bahwa mendapatkan harga benih lobster dari petani pada kisaran Rp11.000. Kemudian menjual ke Vietnam dengan kisaran harga yang sama.

“Ya matilah kita,” tambahnya.

Sebelumnya, Fahri juga sempat menjelaskan bahwa Indonesia memiliki aturan bahwa harga benih lobster dari nelayan tidak boleh di bawah Rp5.000. Namun, dalam praktiknya hal itu sulit dilakukan, karena benih lobster diserap Vietnam dengan harga US$1 atau bahkan kurang.

Sementara itu, eksportir memiliki beban operasional seperti biaya kargo, pajak, dan lainnya. “Belum lagi warna berubah, harga jatuh, ya tidak cukup. Makanya, saya keputusan berhenti [ekspor benih lobster],” katanya.

Fahri mengklaim, bahwa pada awalnya mengekspor benih lobster karena adanya kebutuhan nelayan. Para nelayan kerap menangkap benih lobster untuk kemudian dijual.

“Saya kalau langsung budidaya harus deal dengan negara yang biasa konsumsi lobster dengan harga tinggi. Rakyat kita gak biasa makan lobster, makanya budidaya kita tidak hidup,” jelas mantan polisitisi yang sempat berseteru dengan elite PKS tersebut.

Menurut Fahri, ekosistem dari hulu ke hilir harus ada apabila hendak menghidupkan budidaya lobster di Indonesia. Hal ini pun menjadi peran negara.

Adapun seperti diketahui, persoalan ekspor benih lobster kembali menjadi sorotan usai Menteri kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditangkap KPK, Rabu (25/11/2020) dini hari.

Wakil Ketua Umum KPK Nurul Ghufron mengonfirmasi bahwa penangkapan Edhy dilakukan terkait dugaan keterlibatan penyuapan dalam penerbitan izin ekspor benih bening lobster (BBL).

Mengutip data BPS, ekspor benih lobster dengan kode HS 03063120 pada Januari-September 2020 mencapai 945,38 ton dengan nilai US$19,49 juta. Sebelumnya, aktivitas ekspor benih lobster dilarang oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pendahulu Edhy, Susi Pudjiastuti.

Related Post