Asal Kembalikan Uang, Pejabat Daerah Terindikasi Korupsi Bisa Tak Dipidana

Sabtu, 3 Maret 2018 | 9:34 am | 798 Views |
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
                                                                     
JAKARTA, SUARAKALTIM.com – Kementerian Dalam Negeri bersama dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) menandatangani kesepakatan bersama dalam penanganan aduan korupsi di daerah.
 
Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengungkapkan, dalam kesepakatan tersebut, oknum pejabat pemerintahan daerah yang terindikasi melakukan korupsi bisa dihentikan perkaranya jika mengembalikan uang yang dikorupsinya.
 
“Kalau masih penyelidikan kemudian si tersangka mengembalikan uangnya, kami lihat mungkin persoalan ini tidak kita lanjutkan ke penyidikan,” kata Ari di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (28/2/2018).
 
Namun demikian, penghentian perkara dilakukan sesuai dengan mekanisme yang telah disepakati. Polri atau Kejaksaan Agung terlebih dahulu berkoordinasi dengan APIP untuk melakukan penelitian di internal pemerintahan daerah yang terindikasi korupsi.
 
Jika APIP hanya menemukan indikasi pelanggaran administrasi maka akan ditangani di internal kelembagaan. Sebaliknya, apabila ditemukan unsur tindak pidana, maka aparat hukum menindaklanjutinya.
 
“Kalau memang itu pelanggaran administrasi, akan ditindaklanjuti oleh APIP. Kalau memang tindak pidana, APIP akan menyerahkan ke APH, apakah itu nanti Kejaksaan atau Kepolisian,” ujar Ari.
 
Namun demikian, kata dia, oknum pejabat daerah yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi dan berniat mengembalikan uang negara yang dikorupsi, maka Polri atau Kejagung bisa mempertimbangkan penghentian perkara yang bersangkutan.
 
Sementara itu, selaku pihak yang membangun kesepakatan ini, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengungkapkan bahwa kesepakatan itu tidak ditujukan untuk melindungi tindak pidana korupsi atau membatasi aparat hukum dalam melakukan penegakan hukum dalam kasus korupsi.
 
“Pendekatannya adalah mengedepankan hukum administrasi sehingga penanganan pidana merupakan ultimum remedium (upaya akhir) dalam penanganan permasalahan penyelenggaraan pemerintahan daerah,” kata Tjahjo dalam keterangan resminya.
 
Tjahjo juga membantah bahwa kesepakatan ini akan mengesampingkan upaya KPK dalam pemberantasan korupsi. Ia menegaskan bahwa lembaga penegak hukum tetap saling menghormati kebijakan institusi masing-masing.
 
“Kami saling menghormati masing-masing institusi kebijakan, walaupun kita kan MoU, saya enggak bisa intervensi ke Jampidsus, Kabareskrim, dan KPK. Masing-masing punya etika,” ujar Tjahjo.
 
Di sisi lain, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Adi Toegarisman menganggap kesepakatan tersebut menjadi bagian dalam peningkatan pencegahan korupsi dan mengembalikan kerugian uang negara secara utuh. Menurut dia, jika negara hanya fokus pada penindakan hukum tindak pidana korupsi, maka proses pemberantasan korupsi tidak akan pernah selesai.
 

“Kami sepakat bahwa korupsi adalah musuh bersama, harapannya nanti sudah tidak adalagi berhadapan antara aparat hukum dan subjek penegakkan hukum, tapi kita bersama-sama memberantas korupsi,” kata Adi.

BACA JUGA :

Kabareskrim: Anggaran Penyidikan Kasus Korupsi Lebih Besar daripada Kerugian Negara

ICW Kritik Wacana Tak Pidana Koruptor yang Kembalikan Uang Korupsi

Kembalikan Uang Tak Dipidana, Bentuk Toleransi kepada Korupsi

Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan

PSHK: Pengembalian Uang Korupsi Tak Bisa Hilangkan Pidana

sk-011/ artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Asal Kembalikan Uang, Pejabat Daerah Terindikasi Korupsi Bisa Tak Dipidana”.

Related Post