Ramlah Bin Abu Sufyan: Mimpi Menjadi Istri Rasulullah ﷺ

Selasa, 9 Juni 2020 | 6:27 am | 80 Views |
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
                                                                     

 

Suara Kaltim Online | Ummul mu’minim Ramlah binti Abu Sufyan yang dikenal dengan kuniah Ummu Habibah, lahir dari kalangan kaum terhormat yaitu kaum quraisy, anak dari paman Rasulullah ﷺ (Abu Sufyan), dan saudara perempuan dari seorang khalifah pendiri daulah Bani Umawiyah (Muawiyah bin Abi Sufyan) yang dikenal dengan gelar khalul-mu’minin (paman oaring mukmin). Ramlah lahir dari rahim seorang bibi Usman bin Affan khulafa rasyidin ke-3 setelah Umar bin Khatab yang bernama Shafiyah binti Abu Al-‘Ash ibnu Umayyah ibnu Abdu Syams.

Ramlah Radhiallahu ‘anha terkenal sebagai ahli ilmu dan cendikiawan pada zamannya, oleh karena itu, ia dinikahi oleh Ubaidillah bin Jahsyi saudara laki-laki dari Zainab binti Jahsyi istri penutup para nabi (Muhammad ﷺ).

Ketika Rasulullah ﷺ menyebarkan agama yang diridhai Allah Ta’ala yaitu agama islam disekitar Kota Makkah, maka dengan tidak berpikir panjang Ramlah Radhiallahu ‘anha dan suaminya memeluk agama islam tanpa rasa ragu, mereka mengucapkan kalimat yang mulia (dua kalimat syahadat), dan kalimat iman la ilaha illallah yang merupakan nikmat paling agung dan berharga bagi setiap manusia.

Keadaan umat Muslim di Makkah makin terancam ketika kalimat-kalimat kebenaran disebar, dan ketika syariat yang diturunkan kepada nabi Muhammad ﷺ sangat bertolak belakang dengan kehidupan mereka yang penuh dengan kezhaliman, dan hawa nafsu itu, sehingga mereka menentang, memberontak, bahkan menyiksa kaum Muslimin tanpa belas kasih sedikit pun.

Untuk itu, Rasulullah ﷺ memerintahkan kaum Muslimin untuk segera hijrah ke negeri Habasyah agar merasa lebih aman dan untuk menenangkan diri mereka di sisi seorang raja yang adil lagi bijaksana yakni Raja Najasyi. Terik matahari menusuk hingga kekulit, gurun pasir yang terbentang luas serta kaeadaan Ramlah Radhiallahu ‘anha yang seketika itu dalam mengandung anak pertama, tidak menghalanginya untuk menegakkan agama Allah Ta’ala, iman dan akidahlah yang menjadi bekal untuk melanjutkan perjalanannya ke Habasyah. Dan ini merupakan hijrah pertama bagi Ramlah Radhiallahu ‘anha dan suaminya demi meninggalkan agama yang penuh dengan kesesatan dan kekufuran itu.

Di dalam sebuah riwayat di sebutkan bahwa Ramlah Radhiallahu ‘anha akan melahirkan anak pertamanya di Habasyah yang kemudian diberi nama Habibah, maka dengan itu, Ramlah terkenal dengan kuniahnya Ummu Habibah.

Setelah beberapa tahun menjalani hidup bersama keluarga kecilnya di Habasyah, pada suatu malam Ummu Habibah Radhiallahu ‘anha bermimpi, di dalam mimpinya ia melihat Ubaidillah bin Jahsyi (suaminya tercinta) dalam bentuk buruk rupa sehingga ia terbangun dari mimpinya yang menakutkan itu. Ketika terik matahari masuk melalui sela-sela kecil jendela rumahnya, suara ketukan pintu membuatnya tidak sabar untuk berjumpa sang suami yang tidak ada di sisinya sejak semalam suntuk, ketika pintu dibuka, Ummu Habibah tidak dapat mengendalikan dirinya ketika melihat sang suami dalam keadaan mabuk dan berkata “aku telah keluar dari agama islam”.

Dilamar Rasulullah ﷺ

Tidak pernah terlintas sedikit pun di dalam benak Ummu Habibah akan kekufuran seorang suami tercinta, seorang motivator, dan seorang pendamping hidup di kala suka dan duka kini telah berpaling dari kebenaran, dari agama yang mulia yaitu agama Islam. Tidak hanya itu, suami yang dulunya selalu membimbingnya menuju kebenaran agar hidup bersama di Surga-Nya kelak, kini telah jauh berubah bahkan memaksa Ummu Habibah untuk meninggalkan agamanya sendiri. Namun,  keistiqomahan, dan keteguhahan dalam menegakkan agama Allah Ta’ala serta iman yang kokoh membuatnya tetap bertahan dalam memeluk agama islam. Pada akhirnya, Sang Pencipta merenggut ajal sang suami dalam keadaan murtad.

Setelah itu, sejak kematian sang suami, Ummu Habibah menjadi sorang ibu yang kuat sekaligus ayah bagi buah hatinya (Habibah) dan berusaha membahagiakan putri tercintanya meskipun mereka adalah orang asing yang tidak memiliki karib kerabat selain saudara sesama Muslim di Habasyah, namun dengan kesabaran, keistiqoamahan, dan imanlah yang membuat mereka tetap bertahan hidup.

Musibah yang dihadapi shahabiyah Radhiallahu ‘anha ini tidak membuatnya putus asa, karena ia yakin bahwa Allah Ta’ala memiliki rencana yang lebih indah dan ia yakin bahwa dibalik semua musibah ini terdapat pelajaran yang sangat berarti baginya di dunia ataupun di akhirat.

Pada suatu malam Ummu Habibah bermimpi, di dalam mimpinya ia mendengar suara yang selalu memanggilnya dengan sebutan ummul mu’minin dan ketika itu ia menafsirkan mimpinya bahwa ia akan menjadi istri dari Rasulullah ﷺ, ini merupakan mimpi terindah dalam hidupnya.

Hingga pada suatu hari, berita gembira pun datang menghampirinya, dimulai dengan suara ketukan pintu, ternyata ia adalah seorang jariyah utusan Raja Najasyi, datang untuk menyampaikan pesan bahwa Rasulullah ﷺ mengirimkan surat kepada raja bahwa beliau (Nabi ﷺ) akan melamar Ummu Habibah untuk menjadi pendamping hidupnya di dunia dan di akhirat.

Setelah masa iddahnya selesai, dengan tidak menunda waktu Ummu Habibah pun bergegas mencari Khalid bin Said yang merupakan pembesar dari kaum muhajirin di Habasyah untuk menjadikannya wakil serta wali dalam pernikahannya bersama Rasulullah ﷺ.

Akhirnya, mimpi itu pun menjadi kenyataan, kini primadona yang diimpikan oleh setiap Muslimah telah menjadi miliknya, dan sekarang Ummu Habibah Radhiallahu ‘anha hidup bahagia bersama Rasulullah ﷺ insan yang mulia di sisi sang Khaliq dan makhluk.

Hikmah yang dapat dipetik setelah membaca kisah shahabiyah Ramlah binti Abu Sufyan diantaranya;

Pertama, sunnatullah bahwa hati manusia itu selalu berbolak balik, karena hati barada di tangan sang Khaliq yang maha membolak balikkannya, untuk itu Rasulullah ﷺ menganjurkan umatnya untuk selalu berdo’a :

اللهم يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك

Allahumma Ya muqollibal quluub tsabbit qolbi ‘alaa diinik

Artinya: “Ya Allah, Dzat yang mengurus seluruh hati, arahkanlah hati kami terhadap ketaatan kepada-Mu.”

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا إِلَى طَاعَتِكَ

Allâhumma, musharrifal qulûb sharrif qulûbanâ ilâ thâ‘atika

Artinya: “Ya Allah, Dzat yang mengurus seluruh hati, arahkanlah hati kami terhadap ketaatan kepada-Mu.” (HR. Muslim).

Hidayah hanya di tangan Sang Pencipta, tidak ada seorang pun di muka bumi yang dapat menggapainya kecuali atas izin dan taufik dari-Nya, oleh karena itu, hendaklah bagi seorang Muslim untuk selalu berdo’a dan memohon akan hidayah, rahmat, serta istiqamah dalam menjalankan syari’at Islam.

Kedua, perjuangan Rasulullah ﷺ dalam mengangkat derajat kaum wanita dan menjaga kehormatan mereka  serta mengabarkan kepada dunia bahwa wanita bagaikan mutiara yang berharga, terjaga di kedalaman lautan, dan tersimpan erat di dalam batu karang yang kokoh  sehingga sulit untuk didapati kecuali dengan kesabaran dan perjuangan yang optimal, begitulah gambaran wanita Muslimah yang senantiasa menjaga agama, kehormatan serta hartanya di jalan Allah Ta’ala.

 

(Nurul Syuhada,  sumber: Diterjemahkan dari Qasim jamal , “رجال و نساء حول الرسول صلى الله عليه و سلم ”  (Kairo: Darul Jauzi)

 

Foto ilustrasi

Editor : Sulthan Abiyyurizky Putrajayagni

 

BACA JUGA :

 

Related Post