Pagi Ini, Ribuan Massa Paguyupan Customer Sipoa Duduki Kejati Jatim Surabaya

Selasa, 19 Februari 2019 | 9:17 am | 374 Views |
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
                                                                     

SURABAYA, www.suarakaltim.com – Ribuan orang yang tergabung dalam Paguyupan Customer Sipoa (PCS) menduduki Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, Selasa (19/2/2019) pagi. Massa secara sporadis menduduki halaman kantor yang ada di jalan Ahmad Yani tersebut.

Koordinator PCS Pieter Yuwono menyatakan kedatangan mereka ke Kejai Jatim merupakan tindak lanjut dari sebelumnya yang meminta Kejaksaan Tinggi tidak melakukan upaya banding atas vonis enam bulan yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terhadap Klemens Sukarno Candra, Budi Santoso, dan Aris Bhirawa.

“Ini adalah tindak lanjut dari kemarin, kita sudah meminta baik-baik pada Kejati Jatim agar tidak melakukan upaya banding. Tapi tidak dikabulkan, jadi kita duduki Kejati Jatim mulai hari ini,” ujar Pieter, Selasa (18/2/2019).

Pieter menambahkan, pihaknya menginginkan agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Novan Arianto bersama dengan massa untuk datang ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya guna mencabut pernyataan bandingnya. “Apabila tidak tercapai kita tidak akan pulang dari Kejati Jatim,” ujarnya.

Sebelumnya, Kajati Jatim Sunarta menyatakan upaya hukum banding tersebut ditempuh sudah sesuai Standart Operational Prosedur (SOP). Yakni, putusan yang kurang dari 2/3 dari tuntutan harus dilakukan upaya banding. “Kita bukan like and dislike, cuma SOP-nya memang kita harus banding,” ujarnya.

Namun, kata Sunarta, semua akan dia laporkan ke atasannya yakni Jaksa Agung, kalau memang petunjuk atasannya memerintahkan untuk mencabut upaya banding maka dia akan melakukan itu. “Tergantung atasan saya nanti, kalau memang ada perintah untuk mencabut ya kita cabut,” ujarnya.

SEBELUMNYA …

Pembacaan Nota Pembelaan Terdakwa Sipoa di PN Surabaya

Terdakwa Sipoa Dua Episode Jadi Korban Mafia Hukum

Motif penahanan terhadap diri pada saat para terdakwa masih berstatus tersangka, mulai kelihatan belangnya, tatkala pada sekitar bulan Mei 2018, oknum pengacara yang direkomendasikan penyidik, mulai menjalankan aksinya.

Mula-mula diminta agar melepas pengacara yang ditunjuk keluarga, sembari show of force untuk memikat para terdakwa dengan merujuk pada fakta, tersangka lain dalam kasus ini seperti Sugiharto Tanojoharjo, Harisman Susanto dan Ronny Suwono, yang sudah berstatus tersangka, tapi hingga kini tidak pernah ditahan oleh penyidik.

Selain itu oknum pengacara pamer kekuatan dan kemampuan “mengendalikan” penyidik, dengan mencontohkan Yudi Hartanto yang dalam kasus ini tidak menjadi tersangka. Pada ujung aksi selanjutnya sang oknum pengacara “mengintimidasi”, dan para terdakwa dipaksa menandatangani pernyataan agar bersedia menjual aset perusahaan  sebidang tanah dengan status  HGB No. 71/Desa Kedungrejo, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoardjo, luas 59.924 m2, yang di atasnya akan dibangun Apartemen Royal Afatar World, yang bernilai  Rp. 687,1 milyar, dengan harga telah dibandrol Konsorsium Mafia Surabaya hanya  sebesar  Rp 150 milyar.

Demikian pembelaan  terdakwa  Ir. Klemens Sukarno Candra dan Budi Santoso dalam Pledooi setebal 377 halaman, yang diberi judul “Melawan Mafia Hukum” yang dibacakan bergantian di pengadilan negeri Surabaya. “Teror dan intimidasi ini berulang kali terjadi. Tapi berulang kali pula kami tolak menjual aset tersebut” ujar terdakwa Budi Santoso.

MUNCUL KRIMINALISASI EPISODE KEDUA

Dampak penolakan atas rencana  
perampasan asset PT. Bumi Samudra Jedine selama didalam tahanan Polda Jawa Timur, menurut Budi Santoso, para terdakwa mendapatkan kriminalisasi susulan.

Dalam kriminalisasi Episode Kedua makin mempertegas adanya praktek mafia hukum yang terjadi pada diri para terdakwa. Budi Santoso mencatat setidaknya terdapat 14 rangkaian rekayasa jahat yang konsepsional dan sistemik:

a) Bahwa pada tanggal 15 Januari 2018, pasca peristiwa keterlambatan serah terima unit di penghujung tahun 2017, terjadi unjuk rasa yang dilakukan oleh ratusan kosumen yang disusupi konsumen palsu, yang memprovokasi konsumen asli, memanfaatkan kondisi psikologi konsumen yang panik akibat keterlambatan serah terima unit. Perkiraan jumlah masa yang berunjuk rasa sekitar 300 orang. Padahal jumlah konsumen yang jatuh tempo pada tahun 2017 hanya  32 orang. Selebihnya tentu saja palsu. Modus memobilisasi unjuk rasa konsumen palsu ini pernah pula dilakukan beberapa kali di halaman depan gerbang pengadilan negeri Surabaya. Pengunjuk rasa konsumen palsu berorasi menjadi korban Sipoa Grup.

b) Bahwa peristiwa unjuk rasa yang disusupi konsumen palsu ini lalu  diviralkan oleh seorang oknum tokoh pers Surabaya di media dan medsos. Bertujuan menimbulkan kepanikan pada komunitas konsumen asli.  Selama ini, di hadapan para terdakwa, oknum tokoh pers Surabaya ini berperan seolah-olah menjadi pembela PT. Bumi Samudra Jedine, dengan meminta dan memperoleh imbalan sebesar Rp 30 juta per bulan,  selama lebih setahun.

Viral di medsos membuat lembaga perbankan menolak memberikan pinjaman kepada persero, serta berakibat pula investor lain menjadi takut bermitra. Hal ini dimaksudkan agar       PT Bumi Samudra Jedine selaku pengembang proyek apartemen Royal Afatar World dibuat tetap tak berdaya, lalu diharapkan “menyerah” di tangan Konsorsium Mafia Surabaya.

c) Bahwa karena pengaruh viral unjuk rasa  sebelumnya, pada tanggal 05 Februari 2018, pukul 11.00 WIB di lokasi proyek apartemen Royal Aftar Word, muncul lagi unjuk rasa dari konsumen sebanyak 400 orang. Namun kali ini yang berunjuk rasa  konsumen asli, yang menuntut pengembalian uang (refunds), dengan  pengawalan 200 personil polisi dari kesatuan Dalmas Polres Sidoarjo.

Dalam pertemuan pihak manajemen Sipoa Grup menjelaskan, refunds kepada konsumen,  akan dilakukan secara bertahap mulai September 2018, untuk unit-unit  yang serah terima pada tahun 2017. Dan untuk unit-unit yang serah terima tahun 2018, 2019, dan 2020 akan dilakukan sesuai jadwal jatuh tempo serah terima unit.

Namun para konsumen yang hadir bersikeras menuntut dibayarkan refunds pada hari itu juga.
d) Bahwa ditengah berlangsungnya negoisasi dalam unjuk rasa, tiba-tiba pada pukul 12.30 WIB, Aris Birawa, salah seorang  Direksi Sipoa Grup, menerima kedatangan seseorang bernama Agung Wibowo, diantar oleh Haji Aris Sugianto. Maksud kedatangan Agung Wibowo menemui Direksi Sipoa Grup adalah ingin menjadi investor, dengan membeli asset tanah Sipoa Grup, yang diharapkan dapat membantu kesulitan finansial yang tengah dialami persero. Tahap awal Agung Wibowo menjanjikan menyiapkan cash sebesar.  Rp. 50 milyar. Rencananya akan digunakan perusahaan untuk kepentingan refunds. Perihal kehadiran  investor bernama Agung Wibowo yang bakal menyiapkan dana refunds  cash sebesar      Rp. 50 milyar ini langsung disampaikan Aris Birawa kepada para konsumen yang tengah berunjuk rasa. Manajemen Sipoa Grup meminta waktu selama 2 pekan untuk mengatur  teknis  pelaksanaan refunds. Namun permintaan ini ditolak oleh para konsumen yang berunjuk rasa, dan tetap menuntut agar refunds tetap dilakukan.

e) Bahwa uang pencairan pertama, dilakukan pada hari berlangsungnya unjuk rasa tanggal 5 Februari 2018, bersumber dana cash sebesar  Rp. 3,5 milyar dari Agung Wibowo yang diberikan melalui Slip Pemindahan Dana Antar Rekening BCA Dari rekening Agung Wibowo Nomor: 4294000111, ke rekening atas nama PT. Berkat Royal Propertindo, Nomor: 6120621112.

Sedangkan sisanya sebesar Rp. 46,5 milyar dijanjikan Agung Wibowo menyusul.

f) Bahwa pada tanggal 6 Februari 2018, Haji Aris Sugianto menyampaikan permintaan Agung Wibowo, agar Direksi Sipoa Grup membatalkan unit-unit dilakukan secara notarial. Hal ini dimaksudkan  agar tidak timbul masalah dikemudian hari.  Walau surat pemesanan tidak dilakukan secara notarial, karena permintaan investor, Direksi Sipoa Grup menyanggupi melakukan pembatalan secara notarial. Pada pukul 19.00 WIB,    Ir. Klemens Sukarno Candra, dan Haji Aris Sugianto bertemu dengan Agung Wibowo di rumah makan Agis, depan Mesjid Agung, Surabaya. Inti pembicaraan, Agung Wibowo sudah siap mengucurkan dana talangan. Agung Wibowo berjanji akan mengirimkan sisa dana sebesar           Rp. 46 milyar, pada hari Senin tanggal 12 Februari 2018 pukul 11.00 WIB sudah direkening Sipoa Grup.

g) Bahwa pada tanggal 7 Februari 2018 dimulai verifikasi data untuk unit  yang serah terima tahun 2018, 2019, dan 2020. Sebelumnya diumumkan, cek tidak bisa dicairkan tanggal 9  Februari 2018. Namun baru bisa dicairkan tanggal 12 Februari 2018, sesuai janji Agung Wibowo.

h) Bahwa pada tanggal 12 Februari 2018, pukul 13.01 WIB dana yang dijanjikan oleh Agung Wibowo belum masuk ke rekening Sipoa Grup. Sejak pukul 13.30 nomor hand phone Agung Wibowo hingga kini  sudah tidak bisa dihubungi lagi. Akibat janji Agung Wibowo, Direksi Sipoa Group telah  menerbitkan 428 cek dan giro yang dibuka dengan rincian  374 cek yang akan cair tanggal 12 Februari 2018 dan 54 giro yang akan cair pada tanggal 28 Februari 2018,  total nilainya         Rp. 55,8 milyar. Dalam perkembangannya selanjutnya diketahui, Slip Pemindahan Dana  Antar Rekening BCA dari Rekening Tahapan Nomor 4650483753 atas nama Agung Wibowo ke rekening Giro Nomor 6120621112 atas nama PT. Berkat Royal Propertindo sebesar Rp. 46.500.000.000,- (empat puluh enam milyar lima ratus juta rupiah) ternyata palsu dan merupakan penipuan;

i) Bahwa, akibat hal tersebut 428 konsumen yang menerima cek merasa dibohongi, dan menagih pembayaran refunds kepada Pelapor. Pada tanggal 24 Februari 2018, Direksi Bumi Samudra Jedine melaporkan Agung Wibowo ke Polres Sidoarjo, namun tidak pernah direspon oleh polisi. Pada tanggal 27 Nopember 2018, melalui kuasa hukumnya, Ir. Klemens Sukarno Candra dan Aris Birawa melaporkan kembali Agung Wibowo ke Polda Jawa Timur,  sebagaimana Tanda Bukti Laporan Polisi No: TBL/1551/XI/2018/UM/JATIM. Namun pelaporan ini  dinilai penting untuk terus diawasi mengingat penyidik baru mengajukan ijin ke majelis hakim untuk memeriksa Budi  Santoso, Aris Birawa dan Ir. Klemes Sukarno Candra pada tanggal 26 Desember 2018.

j) Bahwa Pelaporan pidana ini penting dilakukan. Pertama, ada mens rea (niat jahat) Agung Wibowo dibalik pemberian Slip Pemindahan Dana Antar bank BCA palsu sebesar    Rp. 46.500.000.000,- (empat puluh enam milyar lima ratus juta rupiah) tersebut. Kedua, pelaporan pidana ini sebagai pintu masuk membongkar tuntas praktek mafia hukum. Agung Wibowo diduga merupakan salah seorang mata rantai Konsorsium Mafia Surabaya yang memainkan peran menjebak Direksi Sipoa Grup agar menerbitkan cek-cek refunds yang tidak ada dananya;

k) Bahwa sinyalemen Agung Wibowo merupakan investor palsu yang disusupkan Konsorsium Mafia Surabaya makin terkuak setelah membaca hasil hasil print out CDR (Call Data Record) handphone, yang sehari hari digunakannya, yakni nomor: 0823109000XX dan 0813318771XX, sejak bulan Juni 2017 hingga Maret 2018, menunjukan adanya aktifitas komunikasi antara Agung Wibowo dengan beberapa orang yang menjadi bagian dari Konsorsium Mafia Surabaya, termasuk ke no handphone oknum pengacara. Tidak satu pun nomor hand phone para terdakwa tercatat pernah dihubungi oleh Agung Wibowo sebelumnya. Dengan demikian tuduhan oknum penyidik, yang mengatakan, Agung Wibowo adalah bagian dari komplotan para terdakwa, adalah fitnah yang kejam. “Kini penyidik Polda Jatim dibawah supervisi pimpinan Polda Jatim  tengah melakukan pengusutan, termasuk melacak sumber awal dana sebesar Rp. 3,5 milyar yang terdapat  di dalam rekening Agung Wibowo di Bank BCA, dengan   Nomor: 4294000111 dan diharapkan bakal menyita bukti CDR” ujar Budi Santoso.

l) Bahwa pada perkembangannya berikutnya, tanggal  26 Maret 2018, Dikky Setiawan dan kawan-kawan (87 orang konsumen yang belum jatuh tempo) membuat Laporan Polisi di Polda Jawa Timur, sesuai LP Nomor: LBP/373/2018/UM/JATIM, yang ditindaklanjuti dengan terbitnya Sprindik  Nomor: Sp.Sidik/501/IV/RES 1.11/2018/Ditreskrimum, Tanggal  12 April 2018.
m) Bahwa dalam LP Nomor: LBP/373/2018/UM/JATIM cek-cek kosong hasil jebakan dan penipuan Agung Wibowo ini dijadikan bukti oleh penyidik Dirkrimum Polda Jawa Timur, “telah terjadi tindak pidana oleh Para Tersangka”. Penyidik dengan cekatan, juga tanpa penyelidikan, menetapkan kami menjadi tersangka, dengan alat bukti “cek kosong” buah karya jebakan  investor palsu  Agung Wibowo. Lagi-lagi para terdakwa yang menjadi tersangka. Padahal direksi untuk proyek-proyek ini di Sipoa Grup ada banyak nama lain.
n) Bahwa pada tanggal 7 dan 8 Desember 2018, Sipoa Grup  sudah memberikan refunds lunas kepada 87 orang konsumen, kelompok Dikky Setiawan dan kawan-kawan, pelapor LP Nomor: LBP/373/2018/UM/JATIM. Bersamaan dengan telah selesainya pembayaran refunds, 87 orang konsumen sekaligus pelapor dalam perkara ini,  atas nama Dikki Setiawan dan kawan-kawan, melakukan penandatangan perdamaian (dading), dengan Budi Santoso,  Ir. Klemens Sukarno Candra, dan Aris Birawa. beritajatim.com

Terdakwa Sipoa Nyatakan Dalam Repliknya JPU Kembali Berbohong

Terdakwa Budi Santoso dan Ir. Klemens Sukarno Candra menolak Replik Jaksa Penuntut Umum yang menyebutkan dimasukannya keterangan 15 saksi a charge yang tidak pernah datang bersaksi di muka persidangan tanpa alasan, sebagai fakta persidangan dalam Surat Tuntutan, merupakan sekadar peristiwa salah pengetikan yang tidak disengaja.

Demikian pula kalimat palsu yang berbunyi “terhadap keterangan saksi terdakwa tidak keberatan” yang ditulis pada setiap akhir keterangan 15 orang saksi a charge itu menurut Jaksa Penuntut Umum merupakan salah pengetikan yang tidak disengaja akibat ter-copy paste”.

“Dalih JPU itu terlalu naif, tidak rasional dan tidak logis. Proses persidangan ini adalah pergumulan  di wilayah rasionalitas dimana kebenaran,  argumen logis dan rasional harus dijadikan parameter. Alibi JPU merupakan manisfestasi apa yang dimaksud satu kebohongan akan melahirkan kebohongan-kebohongan baru” ujar terdakwa Ir. Klemens Sukarno Candra dalam pembacaan Duplik di PN Surabaya (31/1/2019).

Menurut terdakwa Ir Klemens Sukarno Candra, adalah fakta dalam merumuskan Surat Tuntutan hingga dibacakan pada tangal 6 Desember 2018, JPU membutuhkan waktu  35 (tiga puluh lima) hari.

Dengan kurun waktu yang demikian lama tersebut, dalam logika yang sangat sederhana, JPU memiliki waktu yang lebih dari cukup untuk memperbaiki materi Surat Tuntutan manakala terdapat kekeliruan pengetikan (wrong typing). JPU menyebut kekeliruan pengetikan dalam Bahasa Inggris sebagai  critical error.

“Kami tak paham apakah kata critical error itu JPU juga salah pengetikan? “ ujarnya lagi.

Peristiwa kekeliruan pengetikan itu menurutnya, lazim terjadi hanya pada satu ada dua suku kata dan tidak berpengaruh terhadap substansi pendapat yang dikemukakan.

Dalam konteks ini kekeliruan pengetikan terjadi berulang hingga sebanyak 15 (lima belas) kali, dan dampaknya berpengaruh secara substansial terhadap pendapat hukum yang dikemukakan JPU  dengan sangat mendasar.

Seharusnya keterangan 15 orang saksi tersebut  tidak dapat menjadi fakta persidangan. Namun telah termanipulasi sebagai fakta persidangan, setidaknya telah menjadi pertimbangan Jampidum merumuskan tuntutan.

Menurut terdakwa Ir Klemens Sukarno Candra, adalah fakta copy paste berulang terjadi hingga sebanyak 15 (lima belas) kali. Kalimat palsu JPU “terhadap keterangan saksi terdakwa tidak keberatan” tertulis hingga 15 (lima belas) kali dalam Surat Tuntutan itu dapat terjadi semata-mata karena ada perintah dari otak besar pembuatnya, yang berfungsi untuk memproses semua kegiatan intelektual, termasuk menulis kalimat tersebut.

Sehingga dengan demikian, penulisan kalimat palsu “terhadap keterangan saksi terdakwa tidak keberatan” didalihkan JPU merupakan salah pengetikan yang tidak disengaja akibat ter-copy paste adalah lebih sebagai bentuk kebohongan lanjutan dari kebohongan sebelumnya.

“Kami selaku terdakwa prihatin dan menjadi pihak yang paling dirugikan oleh perbuatan Jaksa Penuntut Umum. Akibatnya perbuatan JPU yang mendalihkan hanya “kesalahan pengetikan yang tidak disengaja” itu telah mengakibatkan Jaksa Agung Muda Pidana Umum,   Dr Noor Rochmad, SH, MH “terkelabui” sehingga memutuskan besarnya tuntutan terhadap terdakwa Budi Santoso dan  Ir. Klemens Sukarno Candra selama 4 tahun penjara” ujar Ir. Klemens Sukarno Candra.

Para terdakwa tetap berpendapat, dengan modus operandi memberikan keterangan palsu, dan serangkaian kebohongan Jaksa Penuntut Umum Rakhmad Hari Basuki, SH dari Kejati Jawa Timur merumuskan Surat Tuntutan,  yang kemudian menjadi dasar dan landasan pertimbangan bagi Jaksa Agung Muda Pidana Umum, Dr Noor Rochmad, SH, MH dalam memutuskan besarnya tuntutan terhadap terdakwa Budi Santoso dan Ir. Klemens Sukarno Candra selama 4 tahun penjara.

Oleh karenanya, dalam kasus ini sangat mungkin secara berjenjang, sejak mulai Kajari Surabaya, Kajati Jawa Timur, Direktur Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara dan Ketertiban Umum pada Jampidum, dan hingga Jampidum telah menjadi korban kebohongan JPU.

Meskipun di dalam Surat Tuntutan dikualifiasir membuat keterangan palsu dan serangkaian kebohongan, Jaksa Penuntut Umum dalam Repliknya menolak bila hal itu disebut sebagai pidana, dengan dalih dirinya tengah melaksanakan perintah undang-undang dan sumpah jabatan.

Namun menurut para terdakwa dalam Dupliknya, JPU lupa ketika tengah melaksanakan perintah undang-undang dan melaksanakan perintah jabatan terdapat larangan tidak boleh melanggar undang-undang dan sumpah jabatan itu sendiri. JPU tidak boleh menegakan hukum dengan cara melanggar hukum.

Perbuatan JPU yang memberikan keterangan palsu, dan serangkaian kebohongan dalam Surat Tuntutannya, berdasarkan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: Per-067/A/Ja/07/2007 tentang Kode Perilaku Jaksa dapat dikualifisir melanggar pasal 4 huruf b. “Merekayasa fakta hukum dalam penanganan perkara”.

Para terdakwa dalam Duplik mengatakan, selain memberikan keterangan palsu, JPU juga melakukan serangkaian kebohongan dalam Surat Tuntutannya pada halaman 87, yang diulamg lagi di dalam Replik.

Kebohongan Pertama, ketika JPU mendalilkan, “adalah fakta bahwa obyek tanah lahan apartemen tersebut yaitu SHGB No. 71 Desa Kedungrejo Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo dengan seluas  59.924  an.  PT  Kendali Jowo baru dibeli oleh PT Bumi Samudra Jedine pada tanggal 12 Juni 2014 sebagaimana, Akta Jual Beli No. 100/2014 tanggal 12 Juni 2014 dihadapan Notaris/PPAT Inggil Nugroho Wasih, SH”.

Menurut Ir Klemes Sukarno Candra, keterangan bohong ini sengaja dibangun JPU untuk memberikan gambaran palsu, bahwa pada saat melakukan pemasaran unit apartemen di bulan Desember 2013, PT Bumi Samudra Jedine belum memiliki tanah. Padahal fakta yang benar, pada tanggal 30 Juli 2013, PT Bumi Samudra Jedine sudah membeli dan memiliki obyek tanah seluas 59.924 m2, yang diatasnya akan dibangun  apartemen Royal Afatar Word, berdasarkan bukti sempurna, berupa akte Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas Nomor: 154 yang diterbitkan Kantor Notaris Widatul Millah, SH, yang sudah dilampirkan dalam Nota Pembelaan.

“Sejatinya JPU sudah paham fakta ini, karena dalam berkas perkara cukup terang benderang dan sesuai fakta persidangan. Sehingga keterangan palsu yang dituangkan dalam Surat Tuntutan itu dilakukan dengan sengaja oleh JPU” ujarnya melanjutkan.

Kebohongan kedua, ketika JPU mendalilkan” adalah fakta bahwa untuk mendukung pemasaran Apartemen Royal Afatar World yang akan dibangun Desa Kedungrejo Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo tersebut, pihak PT Bumi Samudra Jedine membuat miniatur Apartemen Royal Afatar World dan membagikan brosur tentang apartemen Royal Afatar World yang ditawarkan dengan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen lain sehingga masyarakat /konsumen menjadi tertarik dan berminat membeli Apartemen Royal Afatar World tersebut”.

Menurut Duplik terdakwa Ir. Klemens Sukarno Candra, melalui serangkaian kebohongan tersebut, JPU ingin membangun keadaan palsu, dimana kebijakan yang dibuat PT. Bumi Samudra Jedine dalam menetapkan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen lainnya, merupakan cara perbuatan terdakwa melakukan tipu muslihat, agar masyarakat tertarik dan berminat membeli. Dalam konteks ini, ketika  mengatakan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen lainnya JPU tidak memberikan harga unit apartemen lain sebagai pembanding.

Sedangkan sesuai fakta persidangan, 18 saksi fakta/pelapor yang memberikan keterangan ke muka persidangan, tertarik membeli apartemen Royal Afatar World, karena letaknya strategis dan harga terjangkau. Dari 34 saksi pelapor yang memberikan keterangan ke muka persidangan tidak ada seorangpun yang menerangkan tertarik membeli apartemen Royal Afatar World karena “harga jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen lainnya, sebagaimana yang disampaikan oleh JPU dalam Surat Tuntutannya.

Kebohongan JPU terkuak oleh dalil yang dibangunnya sendiri. Untuk mendukung kebohongan “harga jauh lebih murah dibandingkan dengan apartemen lainnya sehingga masyarakat/konsumen menjadi tertarik dan berminat membeli Apartemen Royal Afatar World, dalam Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan halaman 2, 82, 87, 93, dan 97, JPU malah memberi contoh  harga apartemen yang tergolong cukup mahal. Yakni sebagai berikut: “Syane Angely Tjiongan memutuskan membeli Apartemen Royal Afatar World tower B lantai 20 unit 17 type B senilai Rp. 478.600.000,- (Empat Ratus Tujuh Puluh Delapan Juta Enam Ratus Ribu Ruplah), dan Dra. Linda Gunawati Go juga telah melakukan pelunasan unit Apartemen Royal Afatar World tower C lantal 18 unit 09 atau blok 1809 dengan kode pemesanan STA 43 senilai   Rp. 250.500.000,- (Dua Ratus Lima Puluh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)”. Untuk harga apartemen tife yang dibeli Syane Angely Tjiongan dijual oleh The Grand Sagara Surabaya seharga Rp. 360 juta per unit.

Kesimpulannya menurut para terdakwa, fakta yang terungkap dalam pembuktian di persidangan ini bukanlah dakwaan penuntut umum mengenai adanya serangkaian kebohongan para terdakwa, sebagaimana roh dalam pidana penipuan. Akan tetapi, fakta yang muncul dan terungkap di persidangan justeru adalah serangkaian kebohongan dan keterangan palsu oleh Jaksa Penuntut Umum.  foto beritajatim.comberitajatim.com

BACA JUGA  

Di Ponorogo, Gadis 19 Tahun Diwaluhi akan Dinikahi Teman Facebook, Sempat Digauli, Duit Rp 8 Juta Melayang Pula

Related Post