SEWAKTU Alfaqir (saya Zein, penulis) bersilaturrahim ke kediaman Ustadz Arifin Ilham di Depok, Jawa Barat, di situ beliau banyak bercerita tentang guru-guru, para ulama dan habaib di Kalimantan dan terutama adalah guru beliau, Abah Guru Sekumpul.
Oh ya, sebagai catatan Ustadz Arifin Ilham adalah ulama asli banua yang bermukim di Depok Jawa Barat. Beliau mendirikan majelis dzikir Az-Dzikra yang diikuti oleh puluhan ribu jamaah.
Arifin juga memiliki keturunan senasab dengan Guru Sekumpul, yaitu sama-sama memiliki juriat ulama besar Kalimantan, Syeikh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datuk Kalampayan.
Semasa Abah Guru masih hidup, Arifin sering bertamu ke Sekumpul, dari sejak muda hingga menjadi ulama kondang. Bahkan di saat-saat terakhir hidup Abah, Arifin sering membezuuk ketika dalam perawatan di rumah sakit.
Selama silaturrahim dan tarbiyahnya dengan Abah Guru Sekumpul itu, banyak pesan, ajaran, dan nasihat yang dia peroleh. Yang paling dia ingat adalah pesan-pesan Abah Guru Sekumpul berikut ini :
Apabila nanti engkau berdakwah (jadi penceramah atau ustadz), jangan sekali-kali merendahkan orang lain, jangan menghina apalagi sampai memfiitnah orang.Cintailah para ulama dan habaib. Bagaimanapun, entah orang itu baik atau jahat kepada kita, jangan dibalas, tapi doakanlah dengan yang baik-baik saja. Amalkan amalan yang diberi Guru walaupun sekadar membaca “Basmallah”. Nanti suatu saat akan diberi madad oleh si guru itu.
Ustadz Arifin Ilham juga bercerita, aku kata beliau sering berjumpa dengan alm Abah Guru Sekumpul, entah dalam mimpi ataupun dalam keadaan terjaga (yaqadzatan). Dan yang paling sering bertemu Guru Sekumpul adalah dalam keadaan terjaga, maksudnya bertemu tidak dalam keadaan tidur, melainkan dalam kondisi sadar.
Suatu waktu, saat arifin Ilham sedang tadabbur Alquran di kamar, sendirian. Kebetulan ketika itu dia lagi membaca Surah Hud Ayat 41, hingga sampai pada bagian membaca “Majraahaa”. Arifin lupa, membaca kata itu hukumnya adalah Imalah.
“Sementara aku membacanya dengan lafadz “Majraahaa”, aku kelupaan, padahal semestinya dibaca “Majreehaa” karena dihukumi dengan Imalah,” cerita Arifin Ilham.
Lalu dia melihat Abah guru Sekumpul hadir dan duduk di hadapannya dengan pakaian lengkap sebagaimana beliau mengajari para jamaah Sekumpul.
“Abah Guru menegur aku dengan cara menampakkan jasad dan suaranya,” lanjut Arifin lagi. “Beliau berkata dua kali, “Majreehaa….. Majreehaa…”
Lalu aku mengulangi bacaan berdasarkan koreksi dari abah Guru itu….. Beliau puas dengan bacaanku, lalu kemudian menghilang. (ayooha.com)
Sumber : @zein__ahbab
Muhammad Zainuddin bin H Abdur Rahman
(dengan editing & pengayaan dari admin Jamaah abah Guru Sekumpul)
Kita Do’akan mudah-mudahan Ustadz Arifin Ilham dipanjangkan umur, disehatkan badan, dan Allah angkat segala penyakit di badannya.
Dengan Syafaat Rasulullah, dengan berkat Datu Kalampayan, Abah Guru Sekumpul, para aulia dan orang-orang sholeh. Aamiiiin allahumma aamiiin.
CATATAN TTG IMALAH :
Imalah ( الْإِِمَالَةُ ) dalam arti bahasa berarti condong atau miring. Sedangkan menurut istilah adalah mencondongkan bacaan harakat fathah pada harakat kasrah sekitar dua pertiganya.
Dalam Mushaf Utsmani yang digunakan oleh umat Islam Indonesia, bacaan imalah ini ditandai dengan tulisan (إِمَالَةٌ ) kecil diatas lafadh yang dibaca imalah.
Bacaan imalah dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Imalah Shughra ( الْإِِمَالَةُ الصُّغْرٰى )
2. Imalah Kubra ( الْإِِمَالَةُ الكُبْرٰى )
Imalah Shughra adalah setelah bacaan imalah tersebut masih diwashalkan pada lafadh lain, sehingga tidak berhenti disitu saja. Menurut Imam Hafash, bacaan imalah hanya pada QS. Huud ayat 41, selainnya tidak ada. Karenanya beliau hanya menyatakan satu imalah dalam al-Qur’an sehingga tidak ada pembagian imalah. Ayat yang dimaksud adalah :
وَقَالَ ارْكَبُوْا فِيْهَا بِسْمِ اللهِ مَجْرٰ امالة ىهَا وَمُرْسَاهَا
Pada lafad مَجْرٰ ىهَا maka cara membacanya Majreha.
Imalah Kubra adalah setelah bacaan imalah tersebut diwakafkan sehingga berhenti disitu saja. Kriteria imalah kubra adalah semua lafadh dalam al-Qur’an yang akhirannya terdapat Alif Maqsurah (alif bengkong). Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Warasy misalnya pada lafadh:
اَحْوٰى Dibaca Ahwe, وَاتَّقٰى Dibaca Wattaqe
اِسْتَغْنٰى Dibaca Istaghne, فَتَرْضٰى Dibaca Fatardhe
Namun terdapat pengecualian yaitu khusus bagi nama manusia yang akhirannya terdapat alif maqsurah, tetap dibaca apa adanya tidak boleh dibaca imalah. Misalnya:
عِيْسٰى , مُوْسٰى , يَحْيٰى , مُصْطَفٰى
ayooha.com
BACA JUGA : Gus Dur dan Guru Sekumpul: Sebuah Pertemuan