In Memoriam H Aseng Gusti Nuch : Hampir Jadi Bupati Nunukan

Kamis, 13 Agustus 2020 | 2:19 pm | 296 Views |
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
                                                                     

Oleh : Akhmad Zailani

Nunukan, 2000

MASA kamu tidak mendukung keluarga, ujar H Aseng Gusti Nuch kepada saya di rumahnya, dengan bahasa daerah.

Jika pemilihan kepala daerah di kabupaten yang baru pemekaran itu diadakan pemilihan bupati langsung oleh masyarakat, mungkin H Aseng sudah terpilih sebagai Bupati Nunukan yang pertama periode 2001-. 2006.

Selain karena beliau memang tokoh masyarakat Tidung, mayoritas masyarakat juga mengenal beliau sebagai figur yang baik.

Masyarakat Bulungan, termasuk Nunukan setelah pemekaran dan saat itu masih menjadi bagian dari Provinsi Kaltim mengenal H. Aseng sebagai figur yang ramah, jujur, suka bercanda.
Dan tidak suka marah-marah
H. Aseng banyak memiliki kriteria ideal dan baik sebagai seorang kepala daerah.

“Sayangnya” ketika itu, setelah reformasi pasangan kepala daerah masih dipilih oleh anggota DPRD. ….

***

SAMARINDA

Beberapa bulan sebelumnya, di Tahun 1999.

Saya kedatangan tamu di kantor redaksi koran harian Suara Kaltim di jalan Arief Rachmad Hakim. Tamu dari Nunukan.

“Bos lagi pusing, semenjak tidak terpilih sebagai anggota DPRD Nunukan,” kurang lebih begitulah kalimat penting dan pembuka obrolan di bagian awal setelah tamu saya memperkenalkan diri.

Seterusnya kami mengobrol seputar itu. Hingga, agar bos tidak pusing, maka harus dihibur, disenangkan.
Caranya, berkaitan dengan saya, sebagai wartawan bagian politik dan pemerintahan, maka : “bos perlu dimasukan koran”.

Dia kemudian meminta saya langsung ngomong sama bos. Ketika itu telepon selular sudah ada. Ketika itu saya menyampaikan “kerjasama”, agar memberitakan tentang dirinya.

Namun, karena koran ini juga “usaha bisnis”, maka sang bos juga harus membeli koran. Saya lupa berapa jumlahnya saat itu, mungkin sekitar 500 eks – 1000 eks setiap hari. Suara Kaltim kemudian dikirim melalui bandara Temindung ke Tarakan, kemudian dibawa lagi dengan menggunakan speedboad ke Nunukan.

Suara Kaltim dibagikan gratis ke masyarakat Nunukan. Isinya terutama, “mengkritik kinerja anggota DPRD Nunukan dan berbagai permasalahan sosial di Nunukan”. Kurang lebih begitu.

Bos setuju. “Atur aja,” ujarnya.

Mengenai isi berita, karena saya juga mengetahui bos “kurang fasih berpidato”, saya “atur aja” atau saya buatkan. Lalu saya meminta, dikirimkan foto-foto.
Saya tak bertatap muka langsung. Hanya melalui telepon selular.

Begitulah. Berita-berita tentang bos terus dimuat setiap hari dan dikirimkan ke Nunukan.
Entah, isi berita-berita di koran mungkin bisa jadi “obat galau” yang mujarab bagi bos.
Yang penting bos senang. Saya juga menyelipkan motivasi, melalui telepon dan juga secara tak langsung dalam pemuatan berita untuk membuat bos kembali bersemangat.

Bos itu adalah H Abdul Hafid Achmad.

***

Di tahun 1999, saya juga berkesempatan ke Nunukan. Seorang kawan mengajak saya. Katanya ada anggota DPRD Nunukan yang baru terpilih, hasil Pemilu tahun 1999 ingin bertemu.

Saya menginap di Hotel Laura, Nunukan, yang belakangan saya ketehui ternyata milik H Abdul Hafid Achmad.

Saya saat itu tidak ada keinginan untuk bertemu dengan H. Abdul Hafid.

Kurang lebih 2 malam saya menginap di Hotel Laura, dan tak memiliki kesempatan untuk bertemu dengan pemiliknya.

Setelah berjabatan tangan dan berkenalan, saya, teman saya dan beberapa orang anggota DPRD Nunukan membicarakan, rencana atau sedikit lebih keren strategi untuk memenangkan pemilihan pimpinan dewan.

Inti dari pmbicaraan adalah pimpinan dewan, terutama ketua dewan harus lah orang asli Nunukan atau dari suku Tidung.
Saya setuju.

Lalu disepakati, calon ketua dewan adalah H.Mansyur Husin. Di antara anggota dewan yang hadir ada Drs.H.Ngatijan Achmadi, dan beberapa anggota dewan mayoritas dari fraksi Golkar. Saya lupa nama-namanya, yang hadir dalam pertemuan di Hotel Laura Nunukan itu.

Tidak lagi seperti dulu, sekitar 21 tahun yang lampau, saya ingat nama 21 orang, jumlah anggota dewan Nunukan.
Mungkin, karena hanya bertemu sekali dan tidak pernah bertemu lagi selama sekitar 21 tahun itu, yang mengikis ingatan saya.

Mayoritas anggota DPRD Nunukan akhirnya kompak memilih H Mansyur Husein sebagai Ketua DPRD Nunukan. H Ngatijan Achmadi sebagai Wakil Ketua. Wakil ketua lainnya, kalau tak keliru H Muslimin dari PPP dan Mayor Samuji dari Fraksi ABRI, semoga tak keliru.

***

Tahun 2000-an

Beberapa berita tentang H Abdul Hafid Achmad masih dibuat Suara Kaltim. Dan korannya, dari Samarinda dikirimkan ke Nunukan.

Pernah dimuat, rencana H Hafid melakukan unjuk rasa ke DPRD Nunukan. Bersama dengan masyarakat.

Berapa hari sebelumnya sudah saya beritakan. Juga saat hari H saat unjuk rasa.

Melalui “kerjasama” tak resmi itu, mungkin ada sedikit “hikmah” di baliknya, saya “tak bermaksud mengajari”, atau memotivasi atau membangkitkan kembali atau menumbuhkan optimisme dalam diri bahwa ada cara lain untuk “mengabdi” atau memujudkan keinginan. Yaitu maju dalam pilkada.

Memang Partai Bulan Bintang, partai H Hafid menjadi caleg tidak memperoleh kursi, tapi bukankah ada kursi-kursi lain yang bisa mengusung H Hafid menjadi calon Bupati?.

(Setelah H Hafid menjadi bupati Partai Bulan Bintang berjaya)

***
Kembali ke Nunukan, 2000

Setelah mengenal H Hafid melalui hubungan pemuatan berita dan pembelian koran, tidak bertemu langsung, seorang teman dan beberapa anggota DPRD Nunukan dari Partai Golkar meminta saya untuk bertemu di Nunukan.

Saya kemudian ke rumah H Aseng Gusti Nuch.
Karena H Aseng Gusti Nuch masih “terkait keluarga” dan juga calon bupati, maka akhirnya saya bersedia bergabung.

Cerita tentang awal mengenal H Hafid sudah saya ceritakan. Juga berbagai hal lainnya. Terutama “peta politik dukungan” di dewan versi saya.

Saya juga menyebutkan, saya sudah mempelajari mayoritas 21 anggota dewan.
Bertemu empat dengan H Aseng secara empat mata, juga sudah saya sampaikan, dari 11 anggota Fraksi Golkar dari 21 jumlah keseluruhan siap-siapa saja yang bisa “lari”.

Banyak hal yang yang saya sampaikan.

Tentu saja agar H Aseng bisa terpilih dan jadi Bupati pertama di ujung Kalimantan itu.

Menurut saya, karena figur beliau memang lebih baik dari figur lainnya.

Semakin mendekati pemilihan, saya selalu memberikan masukan.

Tapi entah kenapa, mungkin ada “pembisik” lain, H Aseng yang optimis 1/2 plus 1 atau 11 anggota FPG kompak memilihnya, dan yakin akan terpilih, menyuruh saya jalan-jalan ke Tawau, Malaysia.
Saya sempat menolak, karena hari H pemilihan makin dekat. “Pendekatan” ke anggota dewan harus terus dilakukan. Sekalipun masa tenang!

”Sudah datangi bu Camat Hj Asmah Gani, minta buatkan pas jalan sebagai pengganti paspor untuk jalan-jalan ke Tawau,” katanya.

(Hj Asmah Gani adalah istri dari H. Arsyad Talib, SE, Ketua Partai Golkar Nunukan. H Arsyad Thalib juga adalah calon Wakil Bupati yang mendampingi H. Aseng.

Hj Asmah selanjutnya di tahun 2011 terpilih sebagai Wakil Bupati hingga tahun 2016, berpasangan dengan H. Basri sebagai Bupati Nunukan. Pasangan ini terpilih setelah, H Hafid mengakhiri periode sebagai Bupati Nunukan selama dua periode.)

Seorang teman saya dari Nunukan, membujuk saya untuk mengikuti apa yang diminta H Aseng.

Mereka juga menemani ke kantor camat untuk membuat surat pas jalan, pengganti paspor.

Surat pas jalan, diperbolehkan membawa dua orang sebagai pengikut.

Maka, kami pun pergi ke Tawau Sabah Malaysia lewat laut.

***

Bukan politiknya yang sudah ditebak. Tapi orang-orangnya.

Banyak hal yang bisa membuat orang tergoda, akhirnya menjadi berhianat.

Cabup-Cawabup Nunukan Aseng-H Arsyad Thalib akhirnya kalah.

H. Abdul Hafid Achmad, yang berpasangan dengan Kasmir Foret terpilih sebagai sebagai Bupati dan Wakil Bupati 2001-2006 melalui pemungutan suara di DPRD Nunukan.

Selain dua pasangan itu, pasangan lainnya yaitu H. Bustaman Arham – H. Ali Karim.

Setelah berpamitan kepada Aseng , saya langsung pulang hari itu juga. Saya tak ingin melihat kesedihan H Aseng.

Di Hotel Laura, saya sempat melihat agak jauh H Hafid mengadakan jumpa pers. H Hafid Di kerubungi wartawan.

Setelah itu, lama saya tidak bertemu H. Hafid. Saya juga kurang begitu kenal. Pernah kenal dan mengobrol hanya lewat telepon, hanya berkaitan dengan berita, setelah dia “caleg gagal”,

Pernah satu kali saya bertemu- lebih tepatnya melihat saja H Hafid. Saat mengikuti kunjungan Gubernur Kaltim H Suwarna ke utara di tahun 2006, kalau tak salah ingat.
Tidak ada saling menyapa. Karena kurang kenal.
Selanjutnya tak pernah ketemu-atau tepatnya melihat secara langsung lagi hingga sekarang.

Waktu mungkin mengikis ingatan.
H Aseng, terakhir ketemu saya saat melayat (taziah) ada keluarga meninggal di Samarinda Seberang tahun 2020 ini.

Selanjutnya melalui whattshapp keluarga mengabarkan H Aseng Gusti Nuch telah berpulang ke rahmatullah, Rabu 12 Agustus 2020, kemarin.

Innalillahi wa Inna ilaihi rojiuun.

Semoga arwahnya beliau dicucuri rahmat oleh Allah SWT, amiin yaa robbal alamin.

Hidup memang sudah diatur-NYA.
Termasuk takdir dan kematian.

 

 

#Usai dzuhur, 13/8/20020.

.

Related Post