Syekh Abdul Qadir Jailani Tegas Terhadap Perkara Bid’ah

Jumat, 8 Maret 2019 | 7:13 am | 316 Views |
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
                                                                     
 
BACA JUGA :
 

suarakaltim.com– Adalah Syekh Abdul Qadir Jailani, siapa yang tidak tahu dengan sosok ulama tersohor ini? Di Indonesia, nama ini bukanlah nama yang asing. Hampir semua muslim Indonesia mengenalnya. Bahkan tidak hanya di Indonesia, ia dikenal baik di seluruh belahan dunia muslim. Namun sayang, tidak sedikit orang yang telah salah kaprah dalam menilai sosoknya. Sehingga banyak yang terjerumus dalam perbuatan bid’ah dengan mengatasnamakan beliau.

Padahal dalam banyak kajiannya, beliau adalah sosok yang tegas terhadap perkara bid’ah dalam agama. Beliau senantiasa menasehati muridnya agar mengikuti sunah. Beliau menghubungkan nasihat-nasihatnya itu dengan tauhid dan pentingnya menjauhi kesyirikan. Beliau berkata, “Ikutilah sunah dan jangan berbuat bid’ah. Taatilah Allah dan jangan melanggar larangan-larangan-Nya. Beribadahlah hanya kepada Allah dan jangan berbuat syirik.” (Futuh Al-Ghaib, Al-Jailani, makalah ke-2, hal: 10)

Dalam kesempatan lain beliau berujar “Ikutilah sunah dan jangan berbuat bid’ah. Beribadahlah sesuai sunah dan jangan menyelisihinya. Taatilah dan jangan menentang, Beribadahlah hanya kepada Allah dan jangan berbuat syirik.” (Al-Fath Ar-Rabbani, Al-Jailani, nasihat ke-47, hal: 151)

Syaikh abdul Qadir juga menjabarkan bahwa asas-asas kebaikan adalah hanya dengan mengikuti sunah Nabi SAW. Beliau mengatakan, “Asas-asas kebaikan hanyalah dengan mengikuti sunah Nabi n, baik perkataannya maupun perbuatannya.” (Al-Ghaniyyah, Al-Jailani, 1/79)

Selanjutnya, beliau menerangkan bahwa sesuatu yang paling utama bagi seorang mukmin yang berakal adalah mengikuti sunah. Beliau menuturkan, “Hal terpenting bagi seorang mukmin yang berakal lagi cerdas ialah agar mengikuti sunah dan tidak berbuat bid’ah; tidak mempersempit, mempersulit, apalagi memberat-beratkan diri, karena hal itu akan membuatnya tersesat, hancur, dan binasa.”

Ahlussunnah wal Jamaah mencela perbuatan bid’ah dan menentangnya. Mereka berhujah dengan banyak dalil, baik dari AL-Qur’an maupun As-Sunnah. Allah Ta’ala berfirman,

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“ …Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (An-Nur: 63)

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada dasarnya dari kami, maka ia tertolak.” (HR. Muslim)

Syekh Abdul Qadir Jailani juga menuturkan, “Wajib bagi seorang mukmin untuk mengikuti sunah dan jamaah. Sunah adalah apa-apa yang ditetapkan oleh Rasulullah n, sedangkan jamaah adalah apa saja yang disepakati oleh para shahabat pada masa Khulafa’ Ar-Rasyidin.”

Kemudian, setelah beliau menyampaikan definisi Ahlussunnah wal Jamaah, beliau mengingatkan berkenaan dengan ahli bid’ah, beliau menuturkan, “Janganlah kalian bergaul dengan ahli bid’ah, jangan mendekati mereka, dan jangan memberi salam kepada mereka. Sebab, Imam Ahmad telah mengatakan, ‘Barangsiapa mengucapkan salam kepada ahli bid’ah, maka sungguh ia telah mencintainya, karena Nabi SAW bersabda, ‘Sebarkanlah salam di antara kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.’ (Al-Ghaniyyah, 1/80; Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, hal: 431)

Beliau mengatakan, “Ketahuilah, bahwa ahli bid’ah memilki ciri-ciri yang mereka dikenali melalui ciri-ciri tersebut. Ciri-ciri mereka adalah sebutan-sebutan mereka terhadap ahlul atsar (Ahlus Sunnah). Kaum Zindik menamai ahlul atsar dengan sebutan Al-Hasyusyiyah; kaum Qadariyah menyebut ahlul atsar dengan Mujbirah(Jabbariyah); kaum Jahmiyah menjuluki Ahlus Sunnah dengan Musyabbihah; dan kaum Rafidhah menyebut ahlul atsar dengan Nashibah. Semua itu hanyalah fanatisme dan kebencian mereka kepada Ahlus Sunnah.

Tidak ada panggilan bagi Ahlus Sunnah kecuali hanya satu panggilan, yaitu Ashhabul Hadits. Tidak akan melekat terhadap Ahlus Sunnah apa pun yang digelarkan oleh ahli bid’ah atas mereka, sebagaimana tidak melekatnya terhadap Nabi SAW apa-apa yang disematkan oleh kaum kafir Mekah berupa penyihir, penyair, orang gila, pembuat fitnah, dan dukun. Tidak ada julukan bagi Rasulullah SAW di sisi Allah, para malaikat, manusia, jin, dan seluruh makhluk melainkan hanya satu nama, yaitu Nabi dan Rasul yang terlepas dari celaan-celaan itu seluruhnya.” (Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, hal: 477)

Fakhruddin/kiblat.net

Sumber: Buku “Biografi Imam Al-Ghazali Dan Syekh Abdul Qadir Jailani” Karya Ali Muhammad Ash-Shallabi, Penerbit : Beirut Publishing, Jakarta

BACA PULA :

Related Post