“Ketika pelaku korupsi masuk penjara, maka dia akan mendapatkan kemudahan-kemudahan untuk pengurangan hukuman melalui UU Pemasyarakatan.”
Baca juga : Mahasiswa Demo ke KPK : Usir Agus Rahardjo Cs!
JAKARTA, SUARAKALTIM.COM– Indonesia Corruption Watch menilai, proses pengesahan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau RUU KPK, sengaja dikebut oleh DPR dan pemerintah dengan motif balas dendam terhadap KPK.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, sebanyak 23 anggota DPR, 5 ketua umum parpol dan dua menteri yang ditetapkan tersangka selama periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi, menjadi alasan kuat DPR dan pemerintah sepakat melemahkan KPK melalui revisi UU KPK.
“Sebenarnya sangat mudah untuk menarik teori kausalitas, di mana seakan DPR dendam dengan KPK atau mungkin pemerintah dendam dengan KPK sehingga pembahasan revisi Undang-Undang KPK ini kurang dari 15 hari,” kata Kurnia saat ditemui di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (20/9/2019).
Dia kemudian menyoroti sikap sejalan DPR dan pemerintah, karena merumuskan revisi UU Pemasyarakatan yang juga dikebut.
Baca juga : Nurul Ghufron, akademisi Universitas Jember jadi pimpinan KPK baru
Baca juga : Profil Singkat 10 Calon Pimpinan KPK
“Ketika pelaku korupsi masuk penjara, maka dia akan mendapatkan kemudahan-kemudahan untuk pengurangan hukuman melalui UU Pemasyarakatan. Yang juga menjadi persoalan adalah delik-delik tentang korupsi masih masuk dalam RUU KUHP. Itu pun hukumannya diperingan,” jelas Kurnia.
Untuk diketahui, RUU KPK sudah disahkan DPR RI menjadi undang-undang dalam rapat paripurna pada Selasa (16/9), dan tinggal ditandatangani Presiden Joko Widodo untuk disahkan sebagai lembar negara.
Sementara RUU Nomor 12 Tahun 1999 tentang Pemasyarakatan (PAS) sudah disetujui Komisi III DPR untuk selanjutnya dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.