Dilan, Bukan Pemuda Idaman

Sabtu, 9 Maret 2019 | 6:31 am | 286 Views |
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
                                                                     
Spanduk penolakan pembangunan Taman Dilan di Bandung. (Foto: Galamedianews)
 

Penulis: Dina Dwi Nurcahyani (Komunitas Dakwah Muslimah Malang)

 

suarakaltim.com- Si Dilan muncul lagi. Setelah tahun lalu heboh dengan film pertamanya kini tayang lagi Dilan dengan film keduanya yang nggak jauh-jauh dari cerita pacaran anak-anak muda era 90-an. Sebenarnya ceritanya tak terlalu istimewa, layaknya film remaja masa kini yang topiknya seputar cinta-cintaan dan pacaran. Film ini juga penuh gombalan rayuan Dilan kepada gadis pujaannya. Hanya saja ia dibuat dengan nuansa tahun 90-an yang jadul, sehingga berkesan nostalgia bagi generasi yang mengalami era itu.

Film yang diadaptasi dari novel Pidi Baiq ini juga sudah memiliki basic penggemarnya sendiri. Maka tak heran mereka yang sudah membaca novelnya pastinya ingin melihat filmnya seperti apa. Promosi gencar dimana-mana yang dimulai sebelum masa tayangnya di bioskop, ditambah bumbu-bumbu dibalik layarnya menjadi daya tarik tersendiri untuk menonton film ini. Promosi ‘gratis’ dari mereka yang sudah menonton, termasuk dari public figure menjadikan film ini booming dimana-mana kala itu.

Hingga kemudian fenomena Dilan menyeruak ke tengah masyarakat, khususnya para remaja. Ia menjadi sosok idola baru bagi para ABG, remaja yang baru tumbuh. Gayanya banyak ditiru para remaja milenial masa kini yang tak sadar bahwa mereka sedang dijejali dengan gaya hidup bebas ala liberal.

Gaya Hidup Liberal Menyasar Generasi Muda Islam

Dan kini fenomena Dilan mencoba untuk di-boomingkan kembali. Tak sekedar untuk keuntungan materi, tetapi juga kepentingan lainnya, yaitu mempromosikan gaya hidup liberal seperti pacaran dan gaul bebas. Bahkan ini didukung oleh pejabat yang harusnya bisa melindungi rakyatnya dari pengaruh buruk pemikiran asing yang tak sesuai dengan norma agama. Seperti yang diketahui, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil didampingi Menteri Pariwisata Arief Yahya, secara resmi telah meletakkan batu pertama pembangunan Taman Dilan di Bandung pada 24 Februari lalu. Ridwan Kamil menilai jika fenomena Dilan dan Milea telah memberikan sumbangsih besar bagi Jawa Barat, terutama dalam bidang pariwisata.

Sampai kemudian 24 Februari 2019 juga ditetapkan sebagai perayaan Hari Dilan. Ini sebagai anniversary film Dilan yang disakralkan dengan peletakan batu pertama untuk Taman Sudut Dilan oleh pejabat setempat. Taman Sudut Dilan sendiri akan dibangun di GOR Saparua, Bandung. Pembangunannya diprediksikan rampung pada akhir tahun 2019. Taman ini diproyeksikan akan menjadi ajang interaksi dan literasi anak muda. Desainnya akan banyak dihiasi mural, foto sepasang muda mudi dimabuk cinta ala Dilan dan Milea, juga kalimat-kalimat ikonis penuh gombal rayu ala Pidi Baiq sebagai penulis Novel Dilan.

BACA JUGA : Perang Air antara Sri Mulyani dan Anis Baswedan

Kaum remaja yang terikut arus pun terbuai dengan kisah Dilan dan kekasihnya. Mencoba mengikuti gaya mereka dalam kehidupan sehari-hari. Para remaja ini terhanyut dengan haru-biru kata-kata manis Dilan di sepanjang film. Sepak terjang Dilan dalam menaklukkan gadis pujaannya seolah menjadi inspirasi cowok-cowok ABG untuk mengejar cinta mereka serupa si Dilan. Yang tentunya bukan cinta yang dibenarkan menurut agama. Melainkan cinta berbingkai pacaran ala penganut gaya hidup liberal yang bebas.

Bagi cewek-cewek ABG, sosok Dilan seolah menjelma menjadi idola idaman baru yang romantis, puitis, namun sejatinya membuat miris. Bagaimana tidak? Sebenarnya untuk apa kata-ata manis jika itu hanya di bibir saja. Pandai merayu dan menggombal tidak menjadi jaminan cinta itu akan langgeng.

Apalagi di dunia yang serba materialis seperti sekarang ini, tak cukup hanya bermodal kata-kata dalam membangun hubungan. Cinta tak hanya dibangun dengan rangkaian kalimat puitis nan indah tapi kosong isinya. Cinta butuh fondasi yang kuat untuk menopangnya agar senantiasa kokoh dalam segala situasi dan ujian. Cinta butuh komitmen teguh yang berdiri di atas dasar yang benar dan kuat.

Dan, itu tak bisa didapat selama pemikiran liberalisme masih bercokol di benak. Karena dalam liberalisme yang diagungkan adalah kebebasan tanpa ada campur tangan agama. Tatkala cinta datang maka akan diperjuangkan dengan segala macam cara. Meskipun dengan melanggar aturan agama. Semuanya sah-sah saja. Jadi, bisa dibayangkan cinta macam apa jika diraih dengan cara yang keliru. Jika fondasinya keliru dan salah, maka bangunannya akan lemah dan mudah roboh kapan saja.

Pemuda Muslim Idaman

Bagi remaja muslim, tentu jelas bahwa sosok Dilan bukanlah sosok yang patut menjadi idola atau idaman. Jikalau Dilan begitu pandai melontarkan gombalan dan rayuan, namun sejatinya ia tak nyata, hanya fiktif belaka. Lagipula ia tak mencerminkan lelaki sejati yang harusnya tak mengumbar rayuan, kata-kata manis tapi miskin realisasi. Terlebih lagi rayuannya untuk menggoda perempuan yang bukan mahramnya, mempermainkan hati demi memuaskan syahwatnya.

Lelaki idaman para solehah itu tak hanya pandai merangkai kata-kata indah, tetapi juga yang mampu membangkitkan spirit untuk kebaikan. Tak hanya pandai berpuitis, tetapi juga pandai mengaji ayat-ayat Illahi. Tak sembarangan memperlakukan perempuan dengan gombalan, tetapi mampu menundukkan pandangan menjaga hati sampai akad tiba. Lelaki yang tak hanya berprestasi duniawi, tetapi juga taat pada Allah.

Lelaki idaman itu dari kesolehannya, bukan dari kepintarannya merayu.

Lelaki idaman adalah ia yang soleh sesungguhnya. Bukan pura-pura agar terlihat tak punya cela, tetapi yang senantiasa berupaya memperbaiki dari waktu ke waktu. Pribadi yang takut akan Rabbnya. Lelaki idaman bukan yang tak pernah berbuat salah, tetapi yang selalu bertobat dari kekhilafan dan bersegara untuk merubahnya agar sesuai dengan syariatNya. Bertakwa pada Yang Maha Kuasa dalam segala suasana. Yang berhati-hati dalam lisannya agar tak terjerumus dalam kesia-siaan, apalagi kemaksiatan. Lelaki idaman bukannya tak pernah atau tak mau jatuh cinta, karena rasa cinta adalah fitrah dariNya.

Namun ia berjuang sekuat tenaga agar tetap suci sampai tiba saatnya cinta itu menjadi halal.

Lelaki idaman adalah yang menghargai perempuan sebagaimana yang dicontohkan oleh teladan terbaik umat Muslim, Rasulullah Muhammad SAW. Bagaimana beliau memperlakukan perempuan dengan cara yang memikat namun tetap menjaga kehormatan dan kemuliaannya. Lagipula daripada Dilan, yang merupakan tokoh fiktif lebih baik mengambil contoh dari sosok yang benar-benar nyata adanya. Banyak contoh dalam diri para sahabat dan tokoh-tokoh Muslim yang merupakan cerminan lelaki idaman.

Coba tengok kembali kisah-kisah mereka yang tercatat dalam sejarah karena prestasinya yang luar biasa.

Ada Ali bin Abi Thalib, yang sejak masih kanak-kanak hingga wafatnya merupakan pejuang Islam yang tangguh dan menjadi kesayangan Rasulullah.

Ada Zaid bin Tsabit, yang bahkan ketika masih anak-anak sudah punya semangat jihad fi sabilillah, hingga diamanahi sebagai salah satu penulis wahyu Allah. Ia bahkan juga ditunjuk sebagai penerjemah bahasa-bahasa asing karena kecemerlangannya dalam belajar bahasa. Ia juga sosok yang tangguh dan tak mudah putus asa dalam perjuangannya.

Usamah bin Zaid (18 tahun) pernah memimpin pasukan yang anggotanya adalah para pembesar sahabat seperti Abu Bakar dan Umar untuk menghadapi pasukan terbesar dan terkuat di masa itu.

Sa’d bin Abi Waqqash (17 tahun) yang pertama kali melontarkan anak panah di jalan Allah. Termasuk dari enam orang ahlus syuro.

Al Arqam bin Abil Arqam (16 tahun) yang menjadikan rumahnya sebagai markas dakwah Rasulullah selama 13 tahun berturut-turut.

Zubair bin Awwam (15 tahun) yang pertama kali menghunuskan pedang di jalan Allah. Ia diakui oleh Rasulullah sebagai hawari-nya, sebagai pembela Rasul Allah yang mulia. Kemudian ada Mush’ab bin Umair, pemuda dari kalangan kaya raya yang rela meninggalkan semuanya untuk berjuang dengan Islam.

Atab bin Usaid (18 tahun) yang diangkat oleh Rasul Shallallahu’alaihi wasallam sebagai gubernur Makkah.

Thalhah bin Ubaidullah (16 tahun) pemuda Arab yang paling mulia.

Muhammad Al Fatih (22 tahun) yang menjadi penakluk Konstantinopel ibu kota Byzantium dengan pasukan terbaik. Muhammad Al Qasim (17 tahun) yang menaklukkan India sebagai seorang jenderal agung pada masanya. Mereka semua para pemuda Islam hebat yang hingga kini masih terkenang namanya.

Dan mereka semua adalah nyata sosok dan prestasinya. Bukan fiktif atau rekaan. Mereka pribadi yang soleh dan taat pada Allah.

Selain yang disebut diatas masih banyak sekali kisah-kisah pemuda muslim idaman yang patut menjadi contoh dan teladan bagi generasi muda muslim masa kini. Ketimbang terpedaya dengan Dilan yang hanya pandai mengobral rayuan dan tak jelas juntrungannya, mending membaca kembali jejak pemuda Islam yang nyata hebatnya untuk kemudian diresapi dan dijadikan inspirasi kebaikan. Bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.

Pilihan ada di tangan kita, mau terus diperdayai oleh sosok-sosok liberal yang jelas salahnya atau meneladani sosok-sosok soleh yang hakiki ketakwaannya kepada Allah SWT dan sudah terbukti.

Tentunya kita tidak mau ikut terperosok ke dalam lembah hitam kemaksiatan akibat pergaulan bebas ala liberalis.

Maka dari itu kembali kepada Islam yang di dalamnya sudah ada tuntunan untuk menjalani kehidupan yang sukses di hadapan Allah adalah pilihan yang benar nyatanya.

Idaman itu bukan Dilan.

Idaman itu ada disini, di dalam Islam. Bukan di tempat lain.

Idaman itu adalah pemuda muslim yang bertakwa kepada Allah lahir dan batinnya.

Dan itu adalah kamu, pemuda muslim yang teguh memegang syariat-Nya. 

Wallahu ‘alam bish-showab. sk-009/kiblat.net

Related Post