Kenapa RUU P-KS Harus Ditolak? Ini Alasannya Menurut MUI

Jumat, 15 Februari 2019 | 6:16 am | 318 Views |
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
                                                                     

Foto: Demo mendukung RUU P-KS

JAKARTA, www.suarakaltim.com – Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Pusat, Dr. Rida Hesti Ratnasari membeberkan alasan kenapa Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (C) harus ditolak. Menolak atau mendukung sesuatu, lanjut dia, harus didasari kesadaran dan pemahaman.

Rida mengaku telah mendalami pasal demi pasal dalam RUU P-KS. Alasan penolakan pertama, kata dia, karena RUU P-KS telah menimbulkan stigma buruk bagi yang menolak dan mengkritisinya.

“Seolah-olah kelompok yang menolak, kontra dan mengkritisi RUU ini adalah kelompok yang mendukung kekerasan seksual,” katanya dalam forum Kiblat Review, Jumat pekan lalu.

“(Seakan) jika anda tidak mendukung RUU ini maka anda pro kekerasan. Bahkan dalam sebuah diskusi dikatakan, ‘jangan-jangan mereka yang kontra terhadap RUU ini adalah yang bakal terjerat’. Jadi sudah mulai berburuk sangka terhadap warga negara, itu terjadi,” ujar Rida.

Alasan kedua karena adanya personalism political dalam RUU P-KS. Yaitu adanya keharusan untuk menggunakan pengalaman korban sebagai landasan. Ia menyebut, personalism political merupakan warna khas dan kokoh dalam gerakan feminisme radikal.

Kemudian, alasan selanjutnya karena adanya benturan antara konsep dan solusi yang ditawarkan oleh RUU ini. Ia mencontohkan, jika RUU ini nantinya disahkan, maka akan banyak publikasi ranah privat yang terjadi.

“(Misal) kasusnya antara mbak-mbak dengan seseorang, tapi atas nama perlindungan terhadap korban kekerasan, kasusnya diangkat ke ranah publik. Jadi, ada benturan antara konsep dan solusi yang ditawarkan dengan apa yang diperjuangkan,” kata Rida.

Penolakan berikutnya adalah soal kontrol seksual. Rida menuturkan, dalam naskah akademik sangat kental disebutkan soal kedaulatan atas tubuh dan kontrol seksual. Ia menyebut, kontrol seksual justru sama sekali tidak menyelesaikan masalah kerentanan perempuan sebagai korban.

“Dari berbagai kasus, mereka (kaum pendukung) menyimpulkan bahwa perempuan rentan menjadi korban, tetapi solusinya malah diberikan kontrol seksual. Kelompok rentan ini kan harusnya dibimbing bagaimana mengelola tubuhnya, bagaimana memanfaatkan organ seksualnya sesuai konsekuensi penciptaannya sebagai hamba. Bukan malah diberikan senjata kontrol seksual,” tandasnya. KIBLAT.net

BACA JUGA 

Khutbah Jumat: Tiga Golongan yang Dimurkai Allah

Strategi Politik Firaun

Viral Permintaan Maaf, Subkhan Petani Bawang Bantah Bikin Surat

Sedih, Jenazah Ini Ditandu Puluhan Kilometer Akibat Jalan Rusak

Waduh, Gaji Guru Honorer di Papua Barat Belum Dibayar

Related Post